Cari Blog Ini

Laman

Powered By Blogger

Selasa, 30 Agustus 2011

MATRIKS PROGRAM KERJA PPL INDIVIDU UNY


MATRIKS PROGRAM KERJA PPL INDIVIDU UNY
TAHUN 2009



NOMOR LOKASI : 20306186
NAMA SEKOLAH/LEMBAGA : SMK Negeri 2 Purworejo
ALAMAT SEKOLAH/LEMBAGA : Jalan Krajan 1 Semawungdaleman, Kutoarjo, Purworejo

No Program/Kegiatan PPL Jumlah Jam per Minggu Jumlah
Jam
I II III IV V VI VII VIII IX X XI
1. Mengajar Kelas X AKUNTANSI 3
a. Persiapan 2 1 1 4
b. Pelaksanaan 2 1 1 4
c. Evaluasi dan Tindak Lanjut
2. Mengajar Kelas X AKUNTANSI 4
a. Persiapan 2 1 2 5
b. Pelaksanaan 2 1 2 5
c. Evaluasi dan Tindak Lanjut
3. Mengajar Kelas X PEMASARAN I
a. Persiapan 2 1 1 2 6
b. Pelaksanaan 2 1 1 2 6
c. Evaluasi dan Tindak Lanjut


4. Mengajar Kelas X PEMASARAN II
a. Persiapan 2 1 2 5
b. Pelaksanaan 2 1 2 5
c. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Jumlah Jam 20



Mengetahui/Menyetujui,

Kepala Sekolah/Pimpinan Lembaga Dosen Pembimbing Lapangan Mahasiswa Praktikan,




Drs. H. Sumarso, M.M. Drs. Affendy Widayat Imam Waluyo
NIP. 19530412974021004 NIP. NIM. 06205244150

Pengertian / Definisi Filologi

Definisi Filologi
Bagi para cendekiawan yang berkecimpung di bidang ilmu humaniora, kata “filologi” bukanlah sebuah kata asing yang sama sekali belum pernah didengar. Kata “filologi” justru sangat akrab di telinga mereka karena bagaimana pun ilmu yang mereka geluti pasti ada hubungannya dengan “filologi”, entah ilmu itu menjadi ilmu bantu bagi “filologi” entah sebaliknya. Namun, apa sebenarnya “filologi” itu? Ada banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, yang jika disatukan kiranya akan saling melengkapi.

Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya. Hal serupa diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: 1988). Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.

Tidak jauh berbeda dari definisi-definisi di atas Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu. Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.

Sebagai bukti bahwa ilmu lain pun menaruh perhatian terhadap filologi atau bahkan memerlukan filologi, Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.

Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.

Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisi-kan filologi ke dalam tiga hal, yaitu:
cinta pengetahuan atau cinta sastra, yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik, sejarah sastra dan linguistik; ilmu linguistik; studi tentang budaya orang-orang beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka, termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dll.

Berbeda dengan kamus yang lain, Dictionary of World Literature (Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi filologi secara panjang lebar. Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi dan orang-orang yang pertama kali menggunakan kata itu. Di samping itu dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi di beberapa tempat. Misalnya pada abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu berhubungan dengan ilmu linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra dan sejarah sastra. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak mungkin ada tanpa filologi.

Jika setiap definisi tersebut kita cermati lebih lanjut, setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing definisi ada yang sama. Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan. Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan budaya. Filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada naskah-naskah kuno. Dari naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa.

Filologi berasal dari bahasa Yunani philein, "cinta" dan logos, "kata". Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya dari zaman kuno.
Sebuah teks yang termuat dalam sebuah naskah manuskrip, terutama yang berasal dari masa lampau seringkali sulit untuk dipahami, tidak karena bahasanya yang sulit, tetapi karena naskah manuskrip disalin berulang-ulang kali. Dengan begini naskah-naskah banyak yang memuat kesalahan-kesalahan.
Tugas seorang filolog, nama untuk ahli filologi, ialah menelititi naskah-naskah ini, membuat laporan tentang keadaan naskah-naskah ini dan menyunting teks yang ada di dalamnya.
Ilmu filologi biasanya berdampingan dengan paleografi, atau ilmu tentang tulisan pada masa lampau.
Salah seorang filolog Indonesia ternama adalah Prof. Dr. R. M. Ng. Poerbatjaraka

Kamus Bahasa Batak

abang abang angkang
abg (anak baru gede) bajarbajar, siuoruor
ada adong, ada, tidak ada-soada
adik adik lakilaki - anggi
adop hadap; maradophon
adu alu, aluhon – adukan, dialuhon – diadukan, mangalualu – mengadu nasib
agak tar; agak cantik – tar uli
agap tawa terbahak-bahak
air aek; air terjun – sampuran, air mata – ilu, menetes air mata – manetek ilu; basah – maraek
ajak togi, mengajak manogi, ajaklah – togihon, pemimpin – partogi
ajimat parsimboraon, simbora parlapikon
aku ahu; mengakui – marhatingkoshon
alot jogal
amat, mengamati tillik; manilik, maniliknilik
ampat opat
andai molo, andai kata bisa – molo boi nian
angin alogo – angin ribut – ampilas
antar taru; antarkan – taruhon
antuk ondok, mengantuk mondokondok
apa aha; mengapa – mahua, apapun – lan
apel tandang, pergi ke rumah gadis untuk pacaran – martandang
appear agar; appearance – agar, bagak, dorang, jeges, jagar, lago, uli
arah odong, dipaodong – diarahkan; dompak, dompak hambirang – arah kiri, dompak siamun arah kanan; dihadapi –didompahi; diarahkan – dijuju
arang agong
arti lapatan, artinya – lapatanna
asam igar, rudang; terlalu asam – maigarhu; jeruk asam – unte rudang
asap timus, berasap – martimus
asing duru; diasingkan – sipaduruon
atap tarup
atur ture, mengatur – pature, palsu – pinatureture; aturan – ruhut; aturan peradatan – ruhut ni paradaton
awas, jaga ramot, mengawasi, menjaga – mangaramoti
ayah amang
ayo tole, ayo lah , tole
bagaimana beha, boha, apa yang harus dikerjakan – beha bahenon, boha bahenon
bagus jeges
bahas uhal, membahas, manguhal, menganalisa
bahaya mara; ditimpa bahaya – marmara, tempat bahaya – parmaraan
bahu abara, diabarai, mangabarai, parsitangkingon. Diabarana i do dibahen siboanonna i. Diabarai ibana do sude harugian i. Ibana do mangabarai sude ulaon i.
baik denggan, diperbaiki – dipadenggan, padengganhononhon
bajak tinggala
baju, pakaian abit
bakar tutung; terbakar – matutung; heater (pembakaran) – tataring
bangun dungo
banyak torop, godang, banyak yang kamu tahu – godang parbinotoanmu, sangat banyak – bahat nai; banyak orang – torop jolma; banyak orang – torop jolma; kebanyakan -pagodanghu
bapa, ayah amang
barang dagangan boniaga
batang kambona, sebatang – sangkambona
bayar garar, kubayar – hugarar, membayar – manggarar
baur saor, berbaur – marsaor
bebek bibi
bekal borhatborhat
bekas tihas
bela tutur, pembela – panuturi, memembela – manuturi
belakang pudi; terbelakang – parpudi; dibelakang – dipudi; dibelakangi – ditundali
beli tuhor, membeli – manuhor, di beli – nituhor
benar tingkos, toho; membenarkan – marhatohohon; tutu; sebenarnya – antong
benih boni
benjol punil, boasa punil bohim, marbadai do ho?, berbenjolbenjol – marduguldugul
bentak songgak; dibentaki – disonggahi; saling mementak – masisonggahan
bentang alam hajangkajang
berangkat borhat
berat borat; keberatan – haboratan
berdiri tindang, jongjong
berhenti sohot, maradian
beri lehon; memberi – mangalehon
beringin jabijabi
berkas, bungkus borhos; seberkas – samborhos
berkat pasupasu
bersama-sama rampak, rampak do sibenet dohot lae na i
bersih ias, bersihkan – paias; dengan jujur – ias ni roha
bertambah, ganda more
besar balga; lebih besar – balgaan; terbesar – umbalga; jalan besar – dalan balobung; besar – bolon, terlalu besar – pabolinhu
besok sogot, besok lusa – sogot haduan
bidan sibasoh
bijak ampa, bahasa ladang – arda diladang; bahasa bijak – ampa ardang;
bijaksana bisuk
bilang dok; yangdikatakan (dibilang) – pandok; katakan – dokkon
bimbing togu, membimbing – manogu
bingung bojok, (heran) longang, maoto (oto)
bisik husip; husiphon ma tu ahu aha do na dibagasan roham
bohong gabus; berbohong – margabus; pembohong – pargabus
buah parbue
bual buras, kombur; berbual – markombur
buang ambolong, ambolonghon; pembuangan – panduduron
bujuk, mohon elek, elekelek, bujukan – pangelek, membujuk – mangelek
buka buka, buha
bukit robean, robean na timbo (dolok)
bulan bulan, bulan tula – bulan purnama?
bulat tingko, gonong
bumi, dunia portibi, hasiangan
bundar tingko, lunjung
bunuh pamate, pembunuhan berencana – todos, pusa
bunyi huling (kuling); berbunyi –mangkuling; lonceng – hulingkuling
burung pidong; pidong patiaraja; pidong sigak; pidong imbulubuntal; amporik; pidong araroma; pidong lote – burung puyuh
buta pitung, mapitung
cabut bubut, mambubut, mencabut, mangurati; borgat (cabut untuk tumbuh2an, bersama akarnya); maborgat – tercabut; mamborgat – mencabut
cakar tambirik,
cape loja
cari lulu, lului; mencaricari – lulululu, mencari – mangalului
cecer, serak sabur
cekatan bontis
cela, raib tihas
cepat tibu
cerdik, bijaksana bisuk
cerita torsa, torsatorsa, cerita rakyak – turiturian
ceroboh, keras kepala, suka melawan tois
cicak boraspati
cicip dai, rasakan – daihon
cincang tanggo, mencincang – mananggoi – sangsang
cinta, kasih holong
cium umma, mangumma, masiummaan, masiummaummaan – bercium-ciuman
coba, dicoba disuba
cubit gotil, unang sai gotil anggimi
cukup sae
cuci buri, air pencuci – aek pamurion
curi tangko; mencuri – manangko
dahi, muka, wajah bohi
dagangan boniaga, tigatiga; marboniaga – berdagang; parboniaga – pedagang, dagangan – tigatiga, berjualan – martigatiga
daki, mendaki, naik, menanjak nangkok, mendaki ke bukit – nangkok tu dolok
dalam bagas
danau tao
dapat dohar, didapat, diperoleh – mandohar
dari sian, dari situ – sian i
datang ro, sudah datang – nga ro, nungnga ro
daun bulung, daun beringin – bulung ni hariara
debat sinambul, tukang debat – parsinambul
dekat jonok
delapan ualu
dengar bege, didengar – dibege
dengkul, lutut dugul, ulu ni tot, mendengkuli – mandugul
depan jolo, ke depan – tujolo, masa yang akan datang – tujoloan, dahulu – najolo, pertama – parjolo
deras, lebat dobar; mansai dobar do parbue ni pinasa i; dobar do udan i
derita, penderitaan siaginon, parniahapan
desak abuk, diabuk, mangabuk, mabuk, pangabuk. Unang sai abuk ibana
dia ibana
diam sip, hehem, pendiam – sijalo sipsip
didih gurgur, mendidih – magurgur
dingin ngali
doa tangiang; tabas
dua dua, duabelas – sampulu dua
duga agak – sura
dunia portibi
ejek ehet, mangehet
elang (burung) lali
emas sere, emas palsu – suasa
embun ombun
enak tabo; tabo ma lompalompa ni inang on; enak didengar – lengenlengen
enam onom
filsafat risa, filosofinya – risana; ilmu filsafat – raksa risa
gagak (burung) sigak
gali, telaah uhal; menelaah – manguhal
gampang mura, sangat gampang – sai nura
ganjil geduk
gelap holom
gema saringar
gemetar manggirgir
gendong abing, abin, mangabing, diabing, abingan
gerak, bergerak, mulai melangkah hinsat
gerangan ulaning, apa gerangan – aha ulaning
gerimis simbur, simbursimbur
gimana, bagaimana beha
goblok oto
guna hasea; menggunakan – marhaseanghon; memanfaatkan – mamparhaseanghon
gundul saesae
habis suda, habis-habisan – tumpur
hajat lolo, palolo jabu – hajat membangun rumah, hajat melaksanakan pekerjaan – palolo siulaon; hadirin – loloan na torop; berkumpul – marlolo
hak tohap, agat; hak milik kita – aganta
hambur, berserakan abur, diaburhon mangaburhon, maraburan, marabur, maraburabur
hanya holan, hanya sedikit – holan saotik, ondeng
hanyut maup
haram rumar, hata rumar – kata kotor, kata yang tidak sopan
harap sinta harapan/citacita – sintasinta, diharapkan – dipasinta
hari ari
harta agat, arta, hamoraon, ugasan
hasea berguna; so hasea – tidak beguna; marpahaseang, humaseaan – lebih berguna
hasil omo, bekerja – mangomo. penghasilan – naniomo
hati, perasaan roha, senang hati las roha, hatihati – nangetnanget, nanget
hebat bongak, mininggikan diri – pabongakbongakhon
hembus ombus
henti, diam so; berhenti – paso
hidup ngolu
hijau rata; menghijau –ratarata
hilang mago
hitam birong
hitung etong
hujan udan, hujan es – ambolas; udan na so hasaongan, alogo na so hapudian
hutan harangan
hutang singir
hujan udan, hujan es – ambolas
ibu inang, ibu yang baik hati inang soripada, inanta i, our madam
ikan dengke, ikan mujahir – dengke jair
ikat kepala bulang
ikut ihut; mangihuti; dohot; pengikut – parsidohot; ihit, mengikuti – mangihiti
ilmu raksa, mangaraksa-berilmu, pengetahuan – pengetahuan
indah uli, betapa indahnya – mansai uli
ini on, seperti ini – songon on
injak dege
ipar tunggane, hubungan antara suami dan saudara istri – partungganean
istri ripe; istrinya –ripenai; calon istri – oroan
itu, seperti itu I, songon i, songon an
jadi saut, gabe
jahat jungkat, berhati busuk – geduk
jahe pege
jalar insir, ular menjalar – manginsir ulok
jam pungkul, jam berapa – pungkul piga
jambu batu antajau
jampi tabas
jangan unang, jangan sampai – sotung, jangan sampai rusak nanti – sotung sega annon
janggal haduk
jantung taroktok; bukbak taroktokna – berdebar jantungnya
jatuh dabu, madabu, jatuh untuk manusia tinggang
jauh dao
jawab alus, menjawab –alusi, dijawab – dialusi, saling menjawab – masialusan
jebakan lupaklupak
jejak bogas, menetapkan langkah (untuk masa depan – pernikahan) – parbogasan
Jelajah adang. Nungga sude diadangi ibana alai ndang jumpasa
jelas, menjelaskan nalnal, panalnalhon, patiar; jelas terlihat – tedak, tedak songon indahan di balanga
jelek roa; terjelek – rumoa
jengkol joring
jenis, ragam ragam
jernih tio
jodoh rongkap
jujur tigor – (tidak jujur) geduk
kacau gaor; kacau balau – sursar
kadang sipata
kain, pakaian abit, diabiti, diabithon, mangabiti, marabit, parabiton
kakak/adik(perempuan) ito
kaki pat
kalau molo
kambuh manombo
kami hami
kamu hamu
kandungan tabutabu, kandungannya – tabutabuna
karena alana
kasih lehon, kekasih – hallet, kasihan – asi
kasur podoman
kata hata, dok ; katakan – hatahon, dokhon; sepatah kata – sangkambaba; katakan - dok, paboa; dikatakan – didok; dipaboa
kau ho
kawan dongan, kedan
kawin sohot, mengawinkan – pasohot, perkawinan – parsohotan; berrumah tangga – marhasohotan
kaya mora; berada – mamora
kebenaran sintong, kebenaran yang tak perlu dikatakan – hata hehem
kecil metmet, hetek, saling menganggap rendah – masihetehi; sebagian kecil-punsu tali; masa kecil (anak2) –gelleng
kedai lapo, kode
kejut hiap, terkejut – tarhiap
kejut, terkejut, cemas muningan, boasa muningan ho hasian
kekasih, pacar hallet
kelahi bada, berkelahi – marbadai
kelapa harambir
keluar haruar
kemarin nantoari
kembar silinduat
kenal tanda, terkenal – bongal
kendala abat, abat-abat- berbagai rintangan
kepala ulu, simanjunjung
kerabat ampara (sisolhot)
keras pir, terlalu keras – papirhu
keriap gulmit, manggulmit
kering hasang, mahiang
keringat hodok, keringatan – hodohan
kerja ula; bekerja – mangula; kerja keras – todos; kerjakan ulus, pekerjaan – ulaon; gotong royong – mangarumpa
keruh litok; litok aek di jae tingkirhon tu julu – keruh air di muara, lihat ke hulu
ketika andorang, hatiha
keturunan pinompar, pomparan
kilat hillong, mengkilat – marhillong
kira rimpu, rippu; kirakira – hirahira, kukits – hurimpu
kirim tongos, mengirim – manongos
kodok tohuk, tojak
kosong rumar, harus dihabiskan – ingkon rumar do i
kuat gogo, togar
kukuh togu
kulit hulinghuling, kalimat tanya untuk suatu tekateki – hulinghuling ansa, jawabannya ansa, atau hutisa
kumpul lolo, berkumpul – marlolo; hadirin – loloan
kusut rundut
koreksi, perbaiki pature; marsipatureturean
kuda hoda
kumpul pungu; berkumpul – marpungu; kumpulkan punguhon
kunjung topot, mengunjungi – manopot
kurang hurang; kekurangan – hahurangan
kusut rundut
kutuk sapata – bura
ladang hauma; berladang – marhauma
lagi dope, muse
lagu logu, marlogu sada, marlogu dua- ende
lah ma, nian – baenma, unang manian
lahir bila yg lahir laki-laki disebut tubu, bila yg lahir perempuan disebut sorang
laki baoa, lakilaki – dolidoli
lalai lalap
lalat lanok
lalu, berlalu salpu
lampias sombu, melampiaskan rindu – pasombu sihol
langsung tidak menunggu-nunggu – pintor
lapang tardas, lapangan rumput – adaran
lapar male, kelaparan – haleon
lari lojong, berlari – marlojong; lari terbirit-birit – lintun
lawan alo, dugu, maralo, mardugu-melawan
layu malos, mabap
lepas talhus
lepau, kedai lapo
lepek, basah kuyup tonu
lembu jantan jonggi
lempar sampat, lemparkan – sampathon, dilemparkan – disampathon
lenggang ambe, berdendang – mangambe
lengkap timpas
lengket longkot, lepas – longkang
lengkuas halas; tuhor jolo halas i asa mangalompa itom
lewat lewat –bolus; , melewati mamolus; dilewati – dibolus; lewat (waktu) – bolus
iar riar, hijang, unto boruboru na riar (hijang)
liat, kaku jogal
licin sulandit tergelincir – tarsulandit
lidah dila, abas, albas, mangabas – melambai, mangalbas
lihat bereng, tingkir
liur tijur, ijur, manijuri – meludahi
lima lima
limpah arar, marhuarar -berlimpah
lonceng hulingkuling
lompat timbung; melompat – manimbung; tollu, manollu – melompat kebawah
ludah, air liur tijur
luncur runsur
lurus, jujur tigor, manigor, hatigoran, partigor, patigorhon panigoran
lutut, dengkul ulu ni tot
mahal arga, arga do bona ni pinasa
main meam, permainan – parmeaman
maju (agung, timbul, berjaya) timbul
makan allang; pangan; makanan – panganon, allangon; sipanganon
makmur duma, maduma; kemakmuran – hadumaon
malam borngin
malas age, bermalas-malasan – mageage, measeas
malu ila; memalukan – pailahon; saling memalukan – marsipailaan; urak, malu aku – murak ahu; dipermalukan – dipaurak; tarurak, paurakhon, haurakon
mampet, macet sundat
mandi maridi, mandi diluar – martapian
manis tonggi, terlalu manis – patonggihu, paling manis – tumonggi
mati mate, monding, parjolo; mati tiba2 – tidas, menghembus nafas – tos hosa; mati tenggelam – mogap
minta ido, meminta – mangido, permintaan – pangidoan
muka(bagian tubuh) bohi
muncul mullop, muncul berulang-ulang – mullopullop
pemamah biak sigagat
mama inang inong
manusia jolma, manisia
masak lompa, memasak – mangalompa; masak dengan asam saja – ura, yang dimasak dengan asam – naniura
masak (buah) mabe, malamun
masih dope, masih ada – adong dope
masuk bonggot, tempat masuk – habongotan
mata mata, simalolong; mata air – pansur
mau olo, saya mau – olo do ahu
melata manginsir
mentah tata; martata sumping -tersenyum
merah rara
mereka nasida
mimpi nipi, pemimpi – parnipi
minum inum
minyak miak; maiakna ma jo panggorengna
miskin pogos; melarat – lea pogos
mudah mura, mudah – mudahan – mudahan, semoga anggiat
mulut baba, sepatah kata – sangkambaba
musuh tihus, manihus – mengejar musuh
muncul mullop
murtad tundal, panundalan – kemurtadan, panundalan manginsobut tu ho
nafsu pangimbung, pangimbungna – nafsunya
naik nangkok
nakal tilhang, jekjek
nangka(buah) pinasa
nanti annon
nasib siahapon
nasihat soso, kunasihati – husosoi
naung (teduh) ingan, bernaung – maringan
nikah, menikah untuk lakilaki mangoli, pelakunya pangoli, untuk perempuan muli, yang dinikahi – nanioli, menikah kembali – imbangna , panoroni
nyanyi ende; bernyanyi – marende; nyanyi cinta – ende ende arur
nyata nata; terbuka, jelas – tedak; terus terang tidak sembuny2 atau berpura-pura – sitedak rupa siboto goar
nyeri borit
obat, mengobati mandaoni
oleh oleh karena itu – angkup ni i
olok rehe memperolok – mangarehe, contoh birong gelek, sirara obuk, sihariting mosok dll
orang halak; jolma
pacar hallet
padang gurun halonganan
pahat lotik
pakaian abit, diabiti, diabithon, mangabiti, marabit, parabiton. Abit na arga do pinangkena i Nang pe rintik ibana, alai tong do diabiti bondana i.Painte jolo diabithon mandar na i. Angka ina do disuru mangabiti ina na monding iingkon marabit do angka namarbaju parhobas i asa denggan
paku labang
palsu, menyimpang dari kenyataan lipe, pinatureture, emas palsu – suasa
panen gotil; memanen – manggotil
panggil, undang jou, saling memanggil – masijouan; undangan joujou
pangkal bona
pangku abing,abingan-pangkuan, diabing-dipangku , mangabing-memangku. Abing ma jolo anakmi asa pasusu. Diabingan ni inana I do ibana modom. Diabing ma anakna I huhuty dipasusu. Boasa ho mangabing anakmi, tudia horoha inantam
pantang subang, orang yang mempunyai pantangan – parsubang; menjadi pantangan – tarsubang
pantas, bagus, cocok, pas tama; une – naung une ma sude na binahenmi
parit bondar
pasar onan
patah, rusak matopik
patut tama
payudara tarus, putting payu dara – ulu ni tarus; manarus – menyusu; patarushon – menyusui; adop
pedih ngotngot
pemimpin, panggilan untuk penghormatan raja
pendek jempek
pengumuman tingting; mengumumkan – martingting
penuh gok; dipenuhi – dipasiat – dipasiatma pangidoanki
pepaya botik
perahu solu, berperahu – masisoluan
peraturan, hukum patik
percaya, dapat dipercaya bontor
percik percikan pispison
perempuan boru
periuk hudon
perjanjian padan
perkakas tenun sabang
perlu ringkot, mangaringkothon
pernah hea; tidak pernah – ndang hea
permisi santabi
perut boltok
pesan tona
pesta, rapat lolo; berkumpul – marlolo; kumpulan – loloan
peti mati abal-abal
petuah pitua, pitua nitabas ingkon jumolo disiup
pijat dampol
pilih pillit; memilih calon istri – mangaririt, pemilih calon istri – pangaririt
pindah morot, morot tu na asing
pinta tami, meminta – manami
pintar bistok
pintar malo; belegak pintar – pamalomalohon
piring pinggan
pisah sirang
pisau sadap agat, tukang sadap – paragat
potong tanggo, memotong ( dengan parang) – mananggo
pudar sosa
pukul balbal, dipukuli – dibalbali
pulang mulak, pulang kerumah – mulak tujabu
pundak abara
pungut ain
putih bontar
putus tos, matos; memutuskan – manotos; manotosi
rahasia umum hata haurahon
rajin ringgas
ramai torop
rantau ranto, ratto, pangantantoan
rapat, musyawarah rapot
rasa taon – dirasa ditaon, merasakan – manaon; mengalami duka cita – marsitaonon; sependeritaan – sapartinaonan
rasa ahap; dirasa – diahap; penderitaan – parniahapan; roha; perasaannya – rohana; terge, manerge, diterge rasa dai, enak rasanya, tabo daina, dirasai – didai
rasa dai, enak rasanya, tabo daina, dirasai – didai
rasa roha, kurasa – huroha
rela pos, rela hati – pos roha
rendah hetek; rendah hati – serep roha
rindu sihol; merindu – masihol
rintangan abat-abat
rumah sopo, jabu, bagas
rumput duhut, merumputi – manduhuti, marbabo, mambaboi
rusak sega, merusaki – manegai
saat uju, saat ini – uju on; ombas, saat ini – di ombas on
sabar, bersabar saep
sahabat aleale
saja ondeng, sambing
sajak ardang, pangardang – pembuat sajak
sakit hansit, sakit sekali – hansit nai; borit; menyakitkan – naboritan
sakit sahit, sedang sakit – marsahit
salam (tangan) jalang
salam selamat, sejahtera, teguh horas
sama dos, sama rata – ris
samar, menyamar tinda, patinda rupa
sampai sahat, ro dina, rasirasa; sampai sekarang – ro dina saonari, sahat tu sadarion, rasirasa nuaeng; sampai mati – rasirasa mate
sangat pala, apala, sapala; sangat panjang – apala ganjang
sangat sai, sangat-sangat – mansai, sangat gampang – sai mura, sangat-sangt cantik – mansai uli
sanggup tolap, tolap gogo; yang aku sanggup – tolap au
santun donda
sarong mandar
satu sada
sawah saba
saya ahu, iba
sebar, serak, tersebar marserak, menyebarkan – paserakhon; parserahan – tempat yang tersebar
sebelas sampulu sada
seberang ipar; menyeberang – taripar, menyeberangi sungai – manaripari batang aek
sedia tupa; menydiakan patupahon
sedia, siap rade, sudah sedia – nungga rade, disiapkan, disediakan – diparade
segera, tergopohgopoh busbus, menggugurkan kandungan – busbushon
segi suhi, bersegi-segi – marsuhisuhi
sekaligus huhut
sekarang nuaeng, saonari
selamat, pelihara ramot, menyelamatkan, memelihara – mangaramoti
selesai sae,sidung, sudah selesai nungga sae; pasidunghon – menyelesaikan; penyelesaian -pansidungi
selimut ulos
semak somak
semangat simangot
sembilan sia
sembunyi, tersembunyi, tersumbat solpa
sempat sanga, menyempatkan – pasangahon; kusempatkan – husangahon
senja botari
sembur bursik, disemburkan – dibursikhon
sempurna tang
semua luhut, saluhut, semuanya – saluhutna; sude, semuanya – sasudena
semut porhis
sengat doit, menyengat – mandoit
seperti songon
sepi, sendiri punjung, – mati tak ber anak – mate punjung; tersisih – tarpunjung
sepuluh sampulu
sesak ponjot
sesal humordit
serak, jatuh berserakan abur, diamburhon, mangamburhon, maramburan, marabur, marabur-abur. Abur do eme na inoanna i. diaburhon do indahan na di piring na I ala ni murukna. Holan ibana do mangamburhon arta ni amana i. Maramburan do baras sian karung na matombuk i. Marabur do ilu sian mata ala ni ngotngotna
seru (kata seru) ate
serupa suman
siang arian
siap, sedia rade, sudah siap – nungga rade
sifat bangko, tibas
silau sillak, marsilak; kemilau – sumillak
silsilah tarombo, partuturan
sinar sondang, rondang (bulan)
sirih napuran, napuran tanotano
sobek ribak – dirobek – ribakhon, menjadi sobek maribak
sopan pantun, bersopan-sopanan – marhapantunon
suara soara
subur, memberikan hasil yang baik berkembang biak dengan baik sinur
sudah nga, nungga, sudah datang – nungga ro
suka, rajin, bersemangat girgir; tung mansai girgir do ibana na markarejo i
sumpah tolon – bersumpah – manolon, patolonhon
sungai binanga, batang aek
susah susa, jangan sampai susah kita– sotung susa hita
tabah, tekun benget
tabung bambu abal-abal
tahu boto
taman porlak
tambah tamba, lam; tambah kuat – lam gogo
tampar pastap
tanaman suansuanan
tangan tangan
tangkap (maling) barobo
tanya sungkun, pertanyaan – sungkunsungkun, muningan; saling bertanya – masisungkunan
tatap tatap; menatap – manatap
tawa engkel, marengkel, mengkel, mengkelengkel, terbahak-bahak – mengkel suping, saling menertawakan – masiparengkelan
tebang taba, kayu itu ditebang – ditaba hau i
tebing tolping
tega hum ; tega hati – hum roha
tegap togos
tegar tohom
teguh togu
teguk dorguk
tekateki ansa-ansaan
tekun (tabah) benget
telan bondut
telanjang saesae, marsaemara, salangsalang
telur pira; tolor; buah pelir pirapira; bertelur – marpira
teman dongan; teman membuat kita berharga – dongan do hatotoga
tembakau timbaho
temu jumpang, domu; bertemu – pajumpang, mardomu; pertemuan – pardomuan
tempat ingan, inganan; tempat tidur – podoman
tenang pos, tenang hatimu – pos roham
tengah tonga
tenggelam bonom
tenggen, setengah mabuk mordong
tengok tingkir
tentu tontu, ate, men-iakan/meyakinkan – antong; meminta persetujuan – ate, memastikan tontu
tepat topet
tepuk tangan marlapaklapak (martolap)
tepung beras nitak, nitak gurgur ( tepung beras jang lembut)
terang tiur; torang; terang bu;an – rondang ni bulan i
terbang abang, habang
terbalik tundal
terbang habang
terbirit-birit lintun
terbit poltak (bulan); binsar (matahari)
terbuka (jelas) tarngap
terima jalo, menerima – manjalo, terima kasih – mauliate
ternak pinahan, ternaknya gemuk2 – pinahanna pe mokmok
tiang penyanggah panangga
tidak ndang, tidak ada – ndang adong; tidak ada – soada, Soada na hurang diibana
tidur modom, podoman-kasur; tertidur – tarnono; tidur nyenyak – renge modom
tiga tolu
tikar ampe
timah hitam simbora
timbang antan, menimbang-nimbang – mangantan; timbang,perkiraan – rajum, dipertimbangkan – dirajumi
timbul timbul
timur habinsaran
tinggi timbo
tinta mangsi
tording peraturan
tuak tuak na tonggi, tuak na pang, tuak tangkasan
tuan rumah (pemilik acara yang bertanggung jawab) suhut
tujuh pitu
tuli nengel
tulis gurit, tuliskan – gurithon; surat, menulis – manurat, tuliskan – surathon
tumpah sabur
tunda, menunda mahilolong
tunggu ima, inte, paima, painte, ditunggu – dipaima, dipainte, tunggu dulu – inte ma jolo
tunjuk tida, patidahon
tuntun togu, menuntun – manogu, manogunogu
turun tuat; keturunan – pinompar, pomparan, rindang
uang hepeng, humisik
ubi, ubi kayu gadong
ujung ujung
ulak kembali, paulak – kembalikan
ungkap, terungkap tardas
upah upa
usai simpul, sae
usir bali, mengusir -pabali
wajah, muka bohi
waktu tingki, tikki ; zaman dahulu –tingki na galia; hatiha
warisan arta pusaka X paneanon (ima kuasa na dohot paksa
wibawa tunggun, sanggam

Skripsi Bahasa

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wujud karya sastra mempunyai dua aspek penting, yaitu isi dan
bentuk. Isinya adalah tentang pengalaman hidup manusia, sedangkan
bentuknya adalah segi-segi yang menyangkut cara penilaian yaitu cara
sastrawan memanfaatkan bahasa yang indah untuk mewadahi isinya (Semi,
1988: 8). Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan
Warren, 1990: 3).
Menurut Pradopo (2003: 113) karya sastra dicipta oleh pengarang ia tidak
terlepas dari masyarakat dan budayanya . Seringkali sastrawan menonjo lkan
kekayaan budaya masyarakat, suku bangsa, atau bangsanya. Hal ini tampak
lebih dalam karya sastra Indonesia sejak tahun 1970, meskipun sebelumnya
latar sosial budaya ini juga tampak (tentu saja) dalam karya sastra Indonesia.
Menurut Pradopo (2007: 62) dalam menilai karya sastra haruslah
diketahui norma-norma karya sastra. Oleh sebab itu, tak dapatlah kita
meninggalkan pekerjaan mengurai atau menganalisis karya sastra.
Ratna (2004: 60) menyatakan bahwa pada dasarnya antara sastra
dengan masyarakat terdapat hubungan yang hakiki. Hubungan-hubungan yang
dimaksud disebabkan oleh (a) karya sastra oleh pengarang, (b) pengarang itu
sendiri adalah anggota masyarakat, (c) pengarang memanfaatkan kekayaan
1
2
yang ada dalam masyarakat dan, (d) hasil karya itu dapat dimanfaatkan
kembali oleh masyarakat.
Banyak karya sastra dihasilkan melalui tangan-tangan sastrawan yang
berbakat, yaitu puisi, novel, cerpen, drama, dan lain sebagainya. Cerpen
merupakan bagian dari karya sastra yang banyak sekali mengandung maknamakna
kehidupan tergantung tema apa yang diangkat.
Menurut Ari (2006) cerita pendek cenderung kurang kompleks
dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian
pada satu kejadian, mempunyai satu plot, latar yang tunggal, jumlah tokoh
yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat. Dalam bentuk-bentuk
fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur -unsur inti
tertentu dari struktur dramatis , yaitu eksposisi (pengantar latar, situasi dan
tokoh utamanya), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan
konflik dan tokoh utama), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang
memperkenalkan konflik), aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan
bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah), klimaks
(titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang
mengandung aksi terbanyak atau terpenting), penyelesapan (bagian cerita di
mana konflik dipecahkan), dan moralnya (http:id.Wikipedia.org,diakses
tanggal 16 Februari 2010).
Melakukan analisis karya sastra khususnya cerpen tidaklah mudah.
Karena banyaknya cerpen yang bermutu tinggi yang dihasilkan. Selain
menggunakan gaya bahasa yang sulit dimengerti juga maknanya ditujukan
3
terhadap suatu masalah yang terjadi di lingkungan sekitar. Masalah tersebut
bisa berupa masalah yang menyangkut politik, ekonomi, hukum, dan
sebagainya.
Salah satu cerpen yang bermutu tinggi adalah cerpen-cerpen karya
Putu Wijaya. Isinya banyak menceritakan persoalan yang terjadi di
masyarakat khususnya masyarakat miskin . Tentu saja pengarang menulis
karya sastra mempunyai tujuan yang akan disampaikan. Nilai-nilai yang
terkandung dalam karya sastra beraneka ragam, misalnya nilai moral, sosial,
agama, politik, ekonomi, dan budaya. Dalam kumpulan cerpen Protes karya
Putu Wijaya terkandung nilai sosial karena sebagian besar cerpennya memuat
kritik yang ditujukan terhadap ketimpangan sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat akibat kesejahteraan
yang tidak merata, ada yang berlebih dan ada pula yang kekurangan.
Putu Wijaya dalam karyanya mencoba mengungkap ketimpanganketimpangan
yang terjadi dalam masyarakat. Ketimpangan tersebut dapat
berupa kemiskinan, Perilaku sewenang-wenang penguasa, dan kesenjangan
sosial. Kemiskinan merupakan hal yang paling penting untuk dibahas karena
termasuk aspek sosial yang paling banyak terjadi. Kekuasaan merupakan
media untuk menyejahterakan rakyat, tetapi sekarang banyak penguasa yang
menyalahgunakan tujuan utama tersebut menjadi sarana untuk menindas
rakyat. Akibat dari kemiskinan dan perilaku otoriter penguasa dapat
menyebabkan kesenjangan sosial antara rakyat dan pemimpinnya.
4
Di dalam kumpulan Cerpen Protes terdapat aspek sosial yang
diinginkan, diciptakan, diharapkan, dan dianggap penting oleh masyarakat.
Aspek sosial tersebut berupa sosial politik dan sosial Ekonomi. Masalah yang
diungkapkan adalah masalah seputar kemiskinan, kekuasaan, korupsi, dan
tingkah laku penguasa. Kritik sosial terjadi karena ketidakmerataan ekonomi
dan politik di masyarakat.
Dalam menganalisis kumpulan cerpen Protes peneliti menggunakan
tinjauan sosiologi sastra. Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya
sastra dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan
demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah
maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami,
dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahanperubahan
struktur sosial yang terjadi di sekitarnya (Ratna, 2003: 25).
Dalam kumpulan cerpen Protes banyak mengungkap struktur sosial
masyarakat yang disebabkan karena ketidakmerataan ekonomi dan politik..
Oleh karena itu, peneliti menganalisis cerpen menggunakan tinjauan sosiologi
sastra.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas peneliti akan mengkaji
kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya karena banyak mengandung aspek
sosia l. Peneliti akan memfokuskan penelitian ini ke dalam masalah
kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan pembahasan
masalah dalam kumpulan cerpen tersebut banyak membahas masalah
kemiskinan. Dalam menganalisis menggunakan tinjauan sosiologi sastra.
5
Dengan demikian peneliti mengangkat judul ”Aspek Sosial Kumpulan Cerpen
Protes Karya Putu Wijaya: Tinjauan Sosiologi Sastra”.
B. RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan digarap melalui penelitian ini terumuskan di bawah
ini :
1. Bagaimanakah struktur cerita pendek dalam kumpulan cerpen Protes
karya Putu Wijaya?
2. Bagaimanakah aspek sosial yang terkandung dalam kumpulan cerpen
Protes karya Putu Wijaya dengan tinjauan sosiologi sastra?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. mendeskripsikan kajian struktur dalam kumpulan cerpen protes karya Putu
Wijaya.
2. memaparkan aspek sosial yang terkandung dalam kumpulan cerpen Protes
karya Putu Wijaya dengan tinjauan sosiologi sastra.
D. PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah bertujuan agar permasalahan yang dibahas tidak
keluar dari jalur pembahasannya. Penelitian ini membahas enam cerpen dari
seratus cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu
Wijaya, yaitu “Teror”, “Kemiskinan”, “Rupiah’, “PHK”, “Marsinah”, dan
6
“Rampok”. Keenam cerpen tersebut akan dianalisis aspek sosialnya dengan
tinjauan sosiologi sastra. Alasan peneliti mengkaji keenam cerpen tersebut
adalah karena mengandung makna aspek sosial yang paling dominan, yaitu
kemiskinan.
E. MANFAAT PENELITIAN
Ada dua manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk mahasiswa
yang akan melakukan penelitian berikutnya.
b. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang
penelitian sastra yang mengangkat aspek sosial dalam masyarkat.
2. Manfaat praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar atau
rujukan dan pengembangan pada pemecahan masalah sosial
masyarakat.
b. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada usaha
pemecahan masalah, antara lain tentang pemahaman aspek sosial
dalam masyarakat.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Ima
Kurniawati tahun 2007, UMS, untuk skripsinya yang berjudul “Aspek sosial
7
keagamaan dalam novel Genesis karya Ratih Kumala: Tinjauan Se miotik” .
Dalam penelitiannya membahas tentang aspek sosial keagamaan dalam novel
Genesis, yang mengungkapkan masalah sosial keagamaan yang sering terjadi
di Indonesia dan hal tersebut dapat diketahui dalam realitas sosial masyarakat.
Masalah yang diungkapkan mengenai konflik Ambon dan sekitarnya yang
berimbas pada SARA (Suku, Agama,Ras, dan Antargolongan) dan konflik
sosial bersumber dari adanya distribusi kekuasaan yang tidak merata. Konflik
menjadi saluran akumulasi perasaan yang tersembunyi secara terus -menerus
yang mendorong seseorang untuk berperilaku melakukan sesuatu yang
berlawanan dengan orang lain. Novel Genesis merupakan cerminan realitas
masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk baik dari segi suku bangsa,
tradisi, bahasa, dan agama yang dianut masyarakatnya. Persamaan penelitian
ini adalah sama-sama membahas aspek sosial dalam masyarakat khususnya
masyarakat yang mengalami kesenjangan sosial karena ketidakmerataan
kekuasaan.
Penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan Sutri, 2009, UMS dengan
judul “Dimensi Sosial dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata:
Tinjauan Sosiologi Sastra”. Hasil penelitian adalah makna dari dimensi sosial
dalam novel Laskar Pelangi adalah (a) kemiskinan yang berdampak pada
semua aspek kehidupan, salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan seharihari
sebagai kebutuhan pokok, (b) ketidakmampuan berpartisipasi dalam
masyarakat, pendidikan dan informasi, dan (c) problematika kemiskinan yang
8
menjerat masyarakat (sosial-masyarakat) kesenjangan sosial dan problematika
pendidikan.
Penelitian yang relevan berikutnya adalah penelitian dari Andri,
2008,UMS, “Aspek Sosial Jawa dalam Novel Mantra Penjinak Ular Karya
Kuntowijoyo: Tinjauan Semiotik”. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan struktur novel Mantra Pejinak Ular yang meliputi alur, latar,
penokohan dan tema serta mendeskripsikan makna aspek sosial budaya Jawa
yang terdapat dalam novel Mantra Pejinak Ular dengan menggunakan
tinjauan semiotik. Dari hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa makna
aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel Mantra Pejinak Ular adalah
transisi tradisi dalam budaya Jawa, transformasi budaya menuju budaya
Islami, demitologisasi pemikiran bangsa, politisasi kesenian, demokrasi kontra
gaya kekuasaan Jawa, dan perilaku poltik rezim Orde Baru. Transisi tradisi
Jawa berkaitan dengan kecenderungan masyarakat Jawa yang
mengintegrasikan kepercayaan lama dengan ajaran Islam. Dalam tranformasi
budaya menuju budaya Islami diceritakan tentang kepercayaan terhadap
tradisi Jawa yang berlebihan harus diatasi dengan mengubah pola pikir lama
menuju pola pikir yang modern dan Islami. Dalam politisasi kesenian
diuraikan tentang penggunaan media kesenian untuk tujuan melegitimasi
kekuasaan yang otoriter. Dalam demitologisasi pemikiran bangsa diuraikan
mengenai bangsa Indonesia sudah saatnya meninggalkan pemikiran mitologis
dan pemikiran rasional dikedepankan untuk mengatasi masalah di masyarakat.
Dalam demokrasi kontra gaya kekuasaan Jawa diceritakan tentang konsep
9
kekuasaan Jawa yang cenderung bersifat otoriter yang identik dengan rezim
Orde Baru. Dalam perilaku politik Orde Baru diuraikan mengenai cara-cara
berpolitik yang biasa dilakukan pada masa rezim Orde Baru berkuasa.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji aspek sosial.
Penelitian yang relevan berikutnya adalah penelitian dari Sri
Handayani, 2008, UMS dengan judul skripsinya “Kritik Sosial Dalam
Kumpulan Puisi Refrein di Sudut DAM Karya D Zawawi Imron: Tinjauan
Semiotik”. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur puisi dalam
kumpulan Puisi Refrein di Sudut DAM Karya D.Zawawi Imron dan
mendeskripsikan makna kritik sosial puisi dalam kumpulan puisi Refrein di
Sudut DAM . Penelitian ini membahas (1) kritik sosial terhadap lunturnya
budaya lokal terlihat dalam puisi “Di tengah tanda tangan Disney”, (2) Sejarah
terdapat dalam puisi ”Refrein di Sudut DAM”, (3) Kritik sosial dunia politik
terdapat dalam puisi ”Refrein Untuk Perang Saudara”, (4) Hukum terdapat
dalam puisi ’Di Museum Penyiksaan”, (5) kritik bidang ekonomi terdapat
dalam puisi ”Hamburger”, (6) Otoriter terlihat dalam puisi ” kisah seekor
anjing”, (7) Orang-orang serakah terlihat dalam puisi ”Hujan Malam”, (8)
Ekonomi dunia kerja terdapat dalam puisi ”Pengemis”, (9) Pemerintah
sentralistik terdapat dalam puisi ”Sepasang Sepatu”, (10). Dunia politik
penyalahgunaan media televisi terdapat dalam puisi ”Dari Berita Televisi’.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji aspek sosial
dalam masyarakat.
10
Dari hasil penelitian yang terdahulu di atas dapat disimpulkan bahwa
penelitian tentang “Aspek Sosial dalam Kumpulan Cerpen Protes Karya Putu
Wijaya: Tinjauan Sosiologi Sastra” dapat dipertanggungjawabkan keasliannya
dan belum pernah diteliti sebelumnya.
G. LANDASAN TEORI
1. Cerpen dan Unsur-unsurnya
a. Cerpen
Menurut Satyagraha Hoerip (dalam Semi, 1988: 34) cerita
pendek adalah karakter yang dijabarkan lewat rentetan kejadian
daripada kejadian-kejadian itu sendiri satu persatu. Menurut Semi
(1988: 34) sebuah cerita pendek pada dasarnya menuntut adanya
perwatakan yang jelas pada tokoh cerita.
Ari (2006) menyatakan bahwa cerita pendek cenderung kurang
kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya
memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, latar
yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu
yang singkat. Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya
cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis,
yaitu eksposisi (pengantar latar, situasi dan tokoh utamanya),
komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik
dan tokoh utama); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan
bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah),
11
klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita
yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting), penyelesaian
(bagian cerita di mana konflik dipecahkan), dan moralnya.
(http:id.Wikipedia.org, diakses tanggal 16 Februari 2010).
Ari (2006) menyatakan bahwa cerita pendek cenderung padat
dan langsung pada tujuannya. Cerita pendek yang sukses
mengandalkan teknik -teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, dan
bahasa secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang.
Ceritanya bisa dalam berbagai jenis. Cerita pendek berasal dari
anekdot sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan cepat
tiba pada tujuannya. Cerpen bisa didefinisikan sebagai sebuah cerita
yang formatnya sangat singkat, dan berisi penggalan cerita tertentu.
Cerpen adalah karya fiksi. Maksudnya, cerita yang terkandung di
dalamnya bukan kisah nyata. (http:id.Wikipedia.org, diakses tanggal
16 Februari 2010).
b. Unsur Cerpen
Ciri-ciri intrinsik karya sastra yang menjadi dasar penentuan
adanya sebuah angkatan, be rupa ciri-ciri yang terdapat dalam karya
sastra secara konkret. Ciri-ciri intrinsik tersebut meliputi jenis
sastranya (genre), pikiran, perasaan, gaya bahasa, gaya pecintraan,
penokohan, latar, begitu juga sarana. Sarana sastranya (literary
devices) seperti pusat pengisahan, simbol, humor, pembayangan,
suspense, dan sebagainya (Pradopo, 2003: 4).
12
Ciri-ciri intrinsik karya sastra yang diuraikan meliputi dua
aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra estetiknya. Ciri-ciri
struktur estetik meliputi alur, penokohan, teknik (latar), pusat
pengisahan, gaya bercerita, dan gaya bahasa. Ciri-ciri estetiknya
meliputi bahan-bahan karya sastra, seperti masalah, pemikiran,
filsafah, pandangan hidup, gambaran kehidupan, bahkan juga termasuk
bahasannya sendiri (Pradopo, 2003: 22).
Menurut Nurgiyantoro (2005: 23) ada enam unsur yang
membangun karya sastra, yaitu tema, alur, penokohan, latar, sudut
pandang, dan gaya bahasa. Keenam unsur intrinsik itu dapat diuraikan
sebagai berikut.
1) Tema
Tema adalah topik atau pokok pembicaraan dalam tujuan
yang akan dicapai oleh pengarang dengan topiknya tadi (Semi,
1988: 42). Menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro,
2005: 67) tema (theme) adalah makna yang dikandung dalam
sebuah cerita. Menurut Hartoko & Rahmanto (dalam Nur giyantoro,
2005: 68) tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang
sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai
struktur semantis dan menyangkut persamaan-persamaan atau
perbedaan. Staton (dalam Nurgiyantoro, 2005: 70) menyatakan
tema sebagai makna sebuah cerita yang secara khusus
13
menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang
sederhana.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah
gagasan utama cerita yang menjadi kunci utama dalam pemahaman
awal sebuah cerita.
2) Penokohan
Abrams (dalam Nurgiyantoro 2005: 165) menyatakan tokoh
cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam
suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
Semi (1988: 37) menyatakan tokoh cerita mengemban
suatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh
pengarang. Perwatakan (karakteristik) dapat diperoleh dengan
memberi gambaran mengenai tindak-tanduk, ucapan atau sejalan
tidaknya antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan.
Menurut Fananie (2002: 86) penokohan merupakan bagian
terpenting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut
tidak hanya berfungsi memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk
menyampaikan ide, ide, motif, plot, dan tema.
14
Menurut Nurgiyantoro (2005: 176-177) penokohan
dibedakan menjadi dua berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh.
Diuraikan sebagai berikut.
(a) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dan banyak
diceritakan.
(b) Tokoh tambahan adalah tokoh yang paling sedikit diceritakan
dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh
utama.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
penokohan adalah pelaku atau orang yang memainkan cerita yang
mempunyai watak tertentu.
3) Alur (plot)
Menurut Semi (1988: 43) alur atau plot adalah struktur
rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah
interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagianbagian
dalam keseluruhan fiksi.
Menurut Luxembrug (1992: 45) alur adalah konstruksi
yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa secara
logis dan kronologis saling berkaitan dan yang diakibatkan atau
dialami oleh para pelaku.
Menurut Nurgiyantoro (2005: 153) membedakan plot
berdasarkan urutan waktu, diuraikan sebagai berikut.
15
a) Plot lurus adalah rangkaian peristiwa yang dikisahkan secara
kronologis.
b) Plot sorot balik adalah rangkaian peristiwa bersifat regresif.
c) Plot campuran adalah rangkaian peristiwa yang dikisahkan
secara progresif dan regresif.
Menurut Tasrif (dalam Nurgiyantoro 2005: 117)
membedakan tahapan plot menjadi lima yang akan diuraikan
sebagai berikut.
(a) Tahap situation atau tahap penyituasian adalah tahap yang
berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita.
(b) Tahap generating circumstances atau tahap pemunculan
konflik adalah tahap awal munculnya konflik dan akan
berkembang pada tahap berikutnya.
(c) Tahap rucing action atau tahap peningkatan konflik adalah
tahap dimana peristiwa semakin berkembang dan
menegangkan.
(d) Tahap climax atau tahap klimaks adalah tahap dimana konflik
yang berkembang mencapai titik puncak.
(e) Tahap denouement atau tahap penyelesian adalah tahap dimana
konflik yang mencapai klimaks diberi penyelesaian.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa alur adalah rangkaian kejadian peristiwa secara progresif,
regresif maupun campuran yang ditandai urutan bagian cerita.
16
4) Latar
Menurut Nurgiyantoro (2005: 227) unsur latar dapat dibedakan
menjadi tiga unsur pokok diuraikan sebagai berikut.
a) Latar tempat adalah lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi.
b) Latar waktu adalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi.
c) Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi.
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005:216) menyatakan bahwa
latar atau latar disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Menurut Nurgiyantoro (2005: 219) latar dalam karya fiksi tidak
terbatas pada penempatan pada lokasi-lokasi tertentu, atau sesuatu yang
bersifat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat,
kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
Menurut. Semi (1988: 46) latar atau landas tumpu (latar) cerita adalah
lingkungan tempat peristiwa terjadi.
Latar dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang
tergambar dalam cerita, tidak hanya menyatakan dimana, kapan, dan
bagaimana situasi itu berlangsung melainkan berkaitan dengan
17
gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat
pada waktu cerita ditulis (fananie, 2002: 98).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar adalah
situasi yang digambarkan dalam cerita, meliputi situasi dimana, kapan,
dan bagaimana situasi terjadi, dan juga nilai yang terkandung di
dalamnya.
5) Sudut Pandang
Sudut pandang adalah siapa yang menceritakan atau dari posisi
mana tindakan it u dilihat (Nurgiyantoro, 2005: 246). Menurut Abrams
(dalam Nurgiyantoro, 2005: 248) sudut pandang adalah pandangan
yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Menurut
Stevick (dalam Nurgiyantoro, 2005: 248) sudut pandang sama artinya
dengan pusat pengisahan atau focus of narration.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sudut
pandang adalah pandangan di mana tindakan atau cerita itu dilihat.
6) Gaya Bahasa
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 276) gaya bahasa
atau style adalah bagaimana seorang pengarang mengungkapkan
sesuatu yang akan dikemukakan. Menurut Nurgiyantoro (2005: 276)
gaya bahasa adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa
dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan.
18
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
bahasa adalah pengungkapan kebahasaan yang mewakili sesuatu yang
akan diungkapkan pengarang.
Dari data mengenai unsur pembangun karya sastra,maka peneliti
akan menganalisis kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya:
Tinjauan Sosiologi Sastra dengan memfokuskan pada lima unsur, yaitu
tema, penokohan, alur, latar, dan sudut pandang.
2. Pendekatan Strukturalisme
Pendekatan struturalisme dinamakan juga pendekatan obje ktif,
yaitu pendekatan dalam penelitian sastra yang memutuskan perhatiannya
pada otonomi sastra sebagai karya fiksi. Artinya, menyerahkan pemberian
makna karya sastra tersebut terhadap eksistensi karya sastra itu sendiri
tanpa mengaitkan unsur yang ada di luar struktur signifikansinya
(Pradopo, 2001: 62).
Faruk (dalam Pradopo 2001: 62) menyatakan bahwa dalam
pengembangan selanjutnya aliran strukturalisme ini dirasakan oleh
pengikutnya kurang valid di dalam pemberian makna karya sastra. Karya
sastra dapat dianggap lepas dari konteks sosialnya. Padahal, pada
hakikatnya tidak demikian, melainkan selalu berkaitan dengan masyarakat
dan sejarah yang melingkupi penciptaan karya sastra. Oleh karena itu,
struturalisme otonom ini banyak mendapat kritikan dan sorotan tajam
terutama dari kaum yang menganut aliran strukturalisme genetik.
19
Berdasarkan hal-hal di atas, maka pengajian struktural
kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya akan difokuskan pada tema,
alur, penokohan, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa.
3. Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi
berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama,
bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan,
perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna,
logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan
pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari
keseluruhan jaringan hubunga n antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya
umum, rasional, dan empiris (Ratna, 2003: 1).
Ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu
dipertimbangkan, dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara
karya sastra dengan masyarakat, antara lain seperti berikut.
a. Pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspekaspek
kemasyarakatannya.
b. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek
kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.
c. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan
masyarakat yang melatarbela kanginya.
d. Analisis terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan seberapa
jauh peranannya dalam mengubah struktur kemasyarakatan.
20
e. Analisis yang berkaitan dengan manfaat karya dalam membantu
perkembangan masyarakat.
f. Analisis mengenai seberapa jauh kaitan la ngsung antara unsur -unsur
masyarakat.
g. Analisis mengenai seberapa jauh keterlibatan langsung pengarang
sebagai anggota masyarakat.
h. Sosiologi sastra adalah analisis institusi sastra.
i. Sosiologi sastra adalah kaitan langsung antara karya sastra dengan
masyarakat.
j. Sosiologi sastra adalah hubungan searah (positivistik) antara sastra
dengan masyarakat.
k. Sosiologi sastra adalah hubungan dwiarah (dialektik) antara sastra
dengan masyarakat.
l. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdepensi antara
sastra dan masyarakat.
m. Pemahaman yang berkaitan dengan aktivitaskreatif sebagai sematamata
proses sosiokultural.
n. Pemahaman yang berkaitan dengan aspek-aspek penerbitan dan
pemasaran karya.
o. Analisis yang berkaitan dengan sikap-sikap masyarakay pembaca.
Diantara 15 definisi di atas, definisi nomor a, b, c, k, dan m
dianggap mewakili keseimbangan kedua komponen, yaitu sastra dan
masyarakat (Ratna, 2003: 2-3).
21
Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia
dalam masyrakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealama n adalah gejalagejala
alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
manghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiolog melukiskan
kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif,
sastrawan mengungkapkannya melalui emosi, secara subjektif dan
evaluatif. Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap
didominasi oleh emosionalitas (Ratna,2003:4).
Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap
sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan
tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan
secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar
kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata -mata gejala individual,
tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2004: 11).
Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dengan
mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian,
penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun
aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan
menjelaskan unsur -unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahanperubahan
struktur sosial yang terjadi di sekitarnya (Ratna, 2003: 25).
Swingewood (dalam Faruk, 1999: 1) mendefinisikan sosiologi
sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam
masyarakat, studi mengenai lembaga -lembaga dan proses-proses sosial.
22
Menurut Ritzer (dalam Faruk, 1999: 2) sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang multi paradigm. Maks udnya di dalam ilmu tersebut
dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam
usaha merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan.
Wolf (dalam Faruk,1999:3) mengatakan bahwa sosiologi kesenian dan
kesusastraan merupakan suatu disiplin yang tanpa bentuk, tidak
didefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan
berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general, yang masingmasingnya
hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya
berurusan dengan hubungan antara seni atau kesusasastraan dengan
masyarakat.
Menurut Ian Watt (dalam Faruk, 1999: 4) ada tiga macam
pendekatan yang berbeda. Pertama, konteks sosial pengarang. Hal ini
berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan
kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula
fakto-faktor sosial yang bisa mempengar uhi pengarang sebagai perorangan
di samping mempengaruhi isi karya sastranya. Pendekatan ini yang harus
diteliti adalah (a) bagaimana pengarang mendapatkan mata pencaharianny,
(b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai suatu
profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju pengarang. Kedua, sastra
sebagai cermin masyarakat. Yang paling utama mendapat perhatian adalah
(a) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra
ditulis, (b) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran
23
gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya, (c) sejauh mana genre
sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh
masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam hubungan ini ada tiga hal
yang menjadi perhatian: (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai
perombak masyarakatnya, (b) sejauh mana sastra hanya berfungsi sebagai
penghibur saja, dan (c) sejauh mana terjadi sintesis antara kemungkinan
(a) dengan (b) diatas.
Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu interdisipliner (lintasdisiplin),
antara sosiologi dan ilmu sastra. Pada mulanya baik dalam
konteks sosiologi maupun ilmu sastra, sosiologi sastra merupakan suatu
disiplin ilmu yang agak terabaikan. Ada kemungkinan penyebabnya
karena objek penelitiannya yang diangap unik dan eksklusif. Di samping
itu, secara historis memang sosiologi sastra merupakan disiplin ilmu yang
relatif baru berbeda dengan sosiologi pendidikan yang sudah dikenal lebih
dulu. Beranjak dari etimologi sosiologi adalah berasal dari kata sosio atau
society yang bermakna masyarakat dan logi atau logos yang artinya ilmu.
Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau ilmu tentang
kehidupan masyarakat (Saraswati, 2003: 1 - 2).
Teori sosiologi sastra tidak semata -mata digunakan untuk
menjelaskan kenyataan sosial yang dipindahkan atau disalin pengarang ke
dalam sebuah karya sastra. Teori ini juga digubahkan untuk menganalisis
hubungan wilayah budaya pengarang dengan karyannya, hubungan karya
sastra dengan suatu kelompok sosial, hubungan antara selera massa dan
24
kualitas suatu cipta sastra serta hubungan antara gejala sosial yang timbul
di sekitar pengarang dengan karyannya (Aminuddin, 1990: 109).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi
sastra adalah pemahaman karya sastra dilihat dari struktur sosialnya dan
gejala sosial yang timbul.
Berkaitan dengan hal itu penelitian ini menggunakan teori
sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Ratna.
4. Aspek Sosial
Menurut Bussman (dalam Djajasudarma, 1999: 24) aspek
(aspectus) adalah pandangan cara melakukan sesuatu. Menurut
Djajasudarma (1999: 26) aspek adalah cara memandang struktur temporal
intern suatu situasi yang dapat berupa keadaan, peristiwa, dan proses.
Keadaan bersifat statis, sedangkan peristiwa bersifat dinamis. Peristiwa
dikatakan dinamis jika dipandang sedang berlangsung (imperaktif). Sosial
artinya kebersamaan yang melekat pada individu (Soelaeman, 2008: 123).
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek sosial
adalah cara pandang suatu situasi, keadaan, dan peristiwa kebersamann
dalam masyarakat.
Menurut Soelaeman, 2008: 173) aspek sosial dibedakan menjadi
beberapa bagian yang diuraiakan sebagai berikut.
a. Budaya yaitu nilai, simbol, norma, dan pandangan hidup
umumnya dimiliki bersama oleh anggota suatu masyarakat.
25
b. Pedesaan dan perkotaan yaitu suatu persekutuan hidup
permanen pada suatu tempat sifat yang khas.
c. Ekonomi, meliputi kemiskinan adalah kurangnya pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan
berada di garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Adapun aspek sosial dalam penelitian ini akan difokuskan pada
aspek ekonomi masalah kemiskinan. Alasan peneliti memilih masalah
kemiskinan karena dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya
mengandung aspek sosial kemiskinan yang paling dominan.
Menurut Gunawan dan Sugiyanto (2008) kemiskinan adalah
sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup
miskin bukan hanya be rarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang,
pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses
yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang
sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhankebutuhan
hidup yang paling dasar tersebut, antara lain informasi, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering
kali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah terhadap
kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan
pengap. Masalah sosial ini muncul akibat perbedaan kesenjangan seperti
kemiskinan sehingga masyarakat mengubah perilakunya menjadi
26
kekerasan, perampokan, mempekerjakan anak usia sekolah untuk bekerja,
pelecehan seksual, dan homo seksual. (http://id.wikipedia.org/
wiki/Kemiskinan diakses tanggal 11 Maret 2010).
Kemiskinan adalah kurangnya pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di garis kemiskinan
apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pengaruh pendapatan terhadap kemiskinan meliputi tiga hal, yaitu (1)
persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok diperlukan, (2) posisi
manusia di lingkungan sekitar, (3) kebutuhan objekt if manusia untuk bisa
hidup secara manusiawi. Kemiskinan menurut orang lapangan dapat
dikategorikan menjadi tiga unsur (1) kemiskinan yang disebabkan karena
badaniah, (2) kemiskinan karena bencana alam,(3) kemiskinan karena
buatan (Soelaeman, 2008: 228).
Menurut Enslikopedi bebas (2008) penyebab kemiskinan adalah
(a) penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin, (b) penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga,
(c) penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan
dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan
sekitar, (d) penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
aksi orang lain, te rmasuk perang, pemerintah, dan ekonomi, (e) penyebab
27
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil
dari struktur sosial. Berdasarkan teori tentang penyebab kemiskinan
berikut adalah hasil analisisnya. (http://id.wikipedia. org/wiki /kemiskinan,
diakses Jumat, 30 Agustus 2010).
Berkaitan dengan teori di atas penelitian ini menggunakan teori
aspek sosial masalah kemiskinan yang dikemukakan Enslikopedi bebas
yang diuji kebenarnya dengan pendapat Soelaeman karena kedua teori
tersebut saling berkaitan untuk menganalisis aspek sosial kumpulan
cerpen Protes karya Putu Wijaya.
H. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Strategi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Penelitian kualitatif adalah metode yang memberikan perhatian terhadap
data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya
(Ratna, 2003: 47). Dalam mengkaji kumpulan cerpen Protes peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu menganalisis
bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar
variabel.
Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
strategi embedded and case study research (studi kasus terperancang) .
28
Menurut Yin (dalam Sutopo,2006: 39) embedded research (penelitian
terperancang) adalah penelitian kua litatif yang sudah menentukkan unsur
penelitiannya berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan
tujuan dan minat penelitinya sebelum masuk lapangan. Dalam penelitian
ini embedded research adalah menentukan aspek sosia l dalam kumpulan
cerpen Protes.
Studi kasus terperancang (embedded and case study research)
adalah penelitian yang studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian
secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi dalam suatu konteks,
tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan
studinya (Sutopo, 2006: 137). Penelitian ini menggunakan studi kasus
tunggal artinya penelitian ini hanya dilakukan pada satu sasaran (satu
lokasi atau objek) (Sutopo, 2006: 140). Studi kasus penelitian ini adala h
satu buku kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah aspek sosial dalam
kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya.
3. Data dan Sumber Data
a. Data
Data adalah sesuatu yang berkaitan dengan kualitas lebih
menekankan pada makna (Sutopo, 2006 : 55). Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kata -kata, frase dan kalimat yang
29
berhubungan dengan aspek sosial dan unsur-unsur pembangun cerpen
dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya .
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data
dapat diperoleh (Arikunto, 2006: 129). Sumber data adalah sumber
mana yang paling diperlukan untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan dengan baik. Sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dokumen atau arsip. Dokumen atau arsip adalah bahan
tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu
(Sutopo, 2006: 61). Sumber data dalam penelitian dibagi menjadi dua
sebagai berikut.
2) Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dan segera
diperoleh dari sumber oleh penyidik untuk tujuan penelitian
(Surachmad, 1990: 163). Sumber data primer dalam penelitian ini
adalah buku kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya.
3) Sumber data sekunder adalah data yang lebih dahulu dikumpulkan
dan dilaporkan oleh orang dari penyidik itu sendiri walaupun yang
dikumpulkan itu adalah sebenarnya adalah data asli (Surachmad,
1990 :163). Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah
skripsi, website dan buku lain yang relevan de ngan penelitian ini.
30
4. Teknik Sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah sample, yang
dipilih dari suatu populasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan
generalisasi. Jadi, sample benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi
(Moleong, 2007 : 224). Teknk sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sample atau sample bertujuan. Adapun
cerpen yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen “Teror”,
“Kemiskinan”, “Rupiah’, “PHK”, “Marsinah”, dan “Rampok”. Keenam
cerpen tersebut akan dianalisis aspek sosial dengan tinjauan sosiologi
sastra. Alasan peneliti mengkaji keenam cerpen tersebut adalah karena
mengandung makna aspek sosial yang paling dominan, yaitu masalah
kemiskinan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan teknik pustaka, simak, dan catat. Subroto (dalam
Imron, 2003: 335) mengungkapkan bahwa teknik catat adalah suatu
teknik yang menempatkan peneliti sebagai instrument kunci dengan
melakukan penyimakan secara terarah dan teliti terhadap sumber
primer. Pengumpulan datanya bersifat noninteraktif. Teknik yang
bersifat noninteraktif yaitu teknik yang tidak mempunyai pengaruh
antara peneliti dengan sum ber datanya karena sumber datanya berupa
benda yang sama sekali tidak mengetahui bila sedang diamati (Sutopo,
31
2006: 66). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa
mencatat dokumen atau arsip (content analysis) buku kumpulan cerpen
Protes karya Putu Wijaya.
6. Validitas Data
Menurut Sutopo (2006 : 92) validitas data merupakan jaminan
bagi kemantapan simpulan dan tafsiran makna sebagai hasl
penelitian.terdapat beberapa cara yang biasanya dipilih untuk
mengembangkan validitas (kesahihan) data penelitia n. Penelitian ini
menggunakan teknik validitas data triangulasi. Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap hal tersebut (Moleong, 2007: 178). Menurut Patton (dalam
Sutopo, 2006: 92) triangulasi ada empat macam.
a. Triangulasi sumber yaitu pemeriksaan sumber yang memanfaatkan
jenis sumber data yang berbeda -beda untuk menggali data yang
sejenis.
b. Triangulasi metode yaitu pemeriksaan yang menekankan
penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda dan bahkan
jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang sama
untuk menguji kemantapan informasinya.
32
c. Triangulasi peneliti yaitu hasil penelitian baik data atau simpulan
mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji
validitasnya dari beberapa peneliti yang lain.
d. Triangulasi teori yaitu pemeriksaan data dengan menggunakan
perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji.
Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber karena peneliti
dalam meneliti kumpulan cerpen Protes mengunakan bermacammacam
sumber atau dokumen untuk menguji data yang sejenis tentang
“Aspek Sosial Kumpulan Cerpen Protes Karya Putu Wijaya: Tinjauan
Sosiologi Sastra”.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan berbagai teknik analisis data yaitu,
sebagai berikut.
1. Teknik analisis data dengan model berpikir induktif karena
menekankan pada penyusunan teori sebelum penelitian dilakukan.
Model berpikir induktif adalah data yang dikumpulkan bukan
dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis yang telah
disusun sebelum penelitian dimulai, melainkan abstraksi disusun
bersama lewat proses pengumpulan data yang dila ksanakan secara
teliti (Sutopo, 2008: 41). Penelitian ini menggunakan berbagai teori
untuk menjawab rumusan masalah yang akan dibahas.
33
2. Teknik analisis data kedua denga n metode pembacaan heuiristik dan
hermenestik . Menurut Smith (dalam Sutopo, 2006: 28) hermeneutik dan
heuristik adalah interpretasi atas interpretasi yang telah dilakukan oleh
pribadi atau kelompok manusia. Pembacaan heuristik dan hermeneustik
dalam penelitian ini peneliti membaca keseluruhan cerpen, kemudian
memilih cerpen yang mempunyai aspek sosial masalah kemiskinan
yang paling dominan. Kemudian peneliti berusaha menemukan makna
aspek sosial yang terdapat dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu.
Secara umum teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
metode pembacaan heuristik dan hermeneutik. Tetapi, secara khusus
berkaitan dengan pendekatan sosiologi sastra, penelitian ini
menggunakan metode dialektika. Goldmann (dalam Faruk, 1995: 20)
mengemukakan bahwa metode analisis data secara dialektik merupakan
metode yang menggabungkan unsur-unsur instrinsik menjadi
keseluruhan atau kesatuan makna yang akan dicapai de ngan beberapa
langkah yaitu menganalisis dan mengidentifikasi unsur-unsur instrinsik
yang ada dalam cerpen.
3. Setelah membaca kumpulan cerpen Protes akhirnya diperoleh enam
dari seratus cerpen yang mempunyai makna aspek sosial masalah
kemiskinan yang paling dominan dan memperoleh data berupa unsurunsur
pembangun cerpen selanjutnya peneliti menganalisis data-data
34
tersebut dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra untuk melihat
aspek sosial dalam cerpen “Teror”, “Kemiskinan”, “Rupiah’, “PHK”,
“Marsinah”, dan “Rampok”.
I. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan dalam penelitian sangatlah penting karena
bertujuan menjelaskan langkah penelitian yang akan dibahas. Sistematika
penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, pembatasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian yang
relevan, landasan teori, dan metode penelitian.
Bab II berisi biografi pengarang.
Bab III berisi pembahasa mengenai struktur pembangun cerpen cerpen .
Bab IV berisi pembahasan mengenai aspek sosial dalam kumpulan cerpen
Protes karya Putu Wijaya.
Bab V bersi simpulan dan saran
Daftar Pustaka
Lampiran

Skripsi Bahasa

Imam Waluyo
06205244150
Pendidikan Bahasa Jawa
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


Aspek pengorbanan dalam tiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara (sebuah pendekatan struktur naratif dan semiotik)

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Pengorbanan adalah bentukan dari kata dasar “korban” mendapat imbuhan pe-an dan mengalami proses pelesapan (nasalisasi). Pengorbanan dapat diformulasikan sebagai pe + (N)korban + an, sedangkan kata “korban” berarti sesuatu (orang, binatang, dsb) yang menjadi penderita karena dikenai perbuatan atau kejadian. Sedangkan “pengorbanan” merupakan proses, cara dan perbuatan mengorbankan (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia S, 2003: 487). Seseorang dalam berkorban tidak pernah memikirkan untuk mendapat balasan berupa jasa, kedudukan, pangkat, serta harta benda (Pius et al, 1996:1). Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengorbanan mempunyai arti cara setiap orang yang rela berkorban dan tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mendapat balasan dari apa yang telah mereka berikan baik tenaga, pikiran, harta, dan bahkan nyawa, semuanya diserahkan demi untuk mencapai keinginan dan harapan serta cita-cita.
Nilai pengorbanan tampak dalam pepatah Jawa “Jer Basuki Mawa Beya”, bahwa segala sesuatu yang diharapkan harus dicapai dengan usaha keras dan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit (beya). Dalam konteks proses kemerdekaan Indonesia, pengorbanan menjadi spirit pemersatu bangsa, yaitu peran serta dari seluruh lapisan rakyat Indonesia yang bergerak secara serentak merebut kemerdekaan Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke.
Pengorbanan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipaksakan dalam menjalaninya. Nilai-nilai dalam pengorbanan diawali dengan semangat yang tumbuh dari dasar hati untuk sesuatu yang dicita-citakan. Perasaan mencintai menjadi dasar semangat pengorbanan bagi rakyat Indonesia yang berjuang demi tetap dapat menjaga kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan (Muhammad Gade Ismail et al,1994:1). Pengorbanan rakyat Indonesia direalisasikan dengan perjuangan melawan penjajah dan para pemberontak yang ingin menggulingkan pemerintahan Indonesia. Perjuangan untuk menegakkan kemerdekaan itu dilakukan melalui proses yang cukup panjang, baik secara fisik maupun pikiran, serta menuntut pengorbanan harta dan nyawa (Pius et al, 1996: 1).
Berdasar dari uraian di atas, maka aspek pengorbanan yang dimiliki oleh para pahlawan terutama dalam hasil karya sastra menarik untuk diteliti. Aspek pengorbanan dalam karya sastra dapat diketahui dan dilacak melalui penggambaran-penggambaran pengarang sebagai penulis cerita. Aspek pengorbanan sering digunakan pengarang Jawa dalam menghasilkan karyakaryanya,
sebagai contoh novel (Tim Peneliti Balai Bahasa Yogyakarta, 2001:273).. Novel berbahasa Jawa sebagian besar terdapat aspek pengorbanan di dalamnya meskipun dengan tema yang beragam. Aspek pengorbanan yang ada di dalam novel Jawa contohnya Nalika Prau Gonjing karya Ardini Pangastuti (1993) dengan tema umum pengorbanan sikap hidup demi keutuhan rumah tangga yang telah diteliti oleh Nurul Chamidah dengan kajian psikologi sastra, Sintru, Oh Sintru karya Suryadi WS (1993) yang bertema umum pemberontakan wanita terhadap ketamakan laki-laki hasil penelitian Christantio dengan kajian sosiologi sastra, dan Kerajut Benang Ireng karya Harwimuka (1993) dengan tema umum pencarian jati diri yang dikaji secara sosiologi sastra oleh Sri Harnoko.
Selain novel, dalam cerkak juga terdapat aspek pengorbanan misalnya cerkak karya Esmiet dengan judul Anak Lanang, Buke Pakdhe Hadi, dan Langit November (Wahyu Nugroho,1999:4) juga dalam puisi yang berbentuk sebuah poster karya Cak Ganda:
“Awan boeboer, bengi soesoe “Siang bubur, malam susu
Sega goreng iwak ati Nasi goreng ikan hati
Awan bertempur, bengi menyerbu Siang bertempur, malam menyerbu
Semangat banteng, berani mati Semangat banteng, berani mati
Ndoek tengah iwak modjair Telur tengah ikan mujair
Mbesuk mati saiki mati Besuk mati sekarang mati
Asal membela tanah air” Asal membela tanah air” (Tashadi,
Darto Harnoko, Suratmin, 1999: 3). Aspek pengorbanan dalam novel, cerkak maupun puisi mempunyai bentuk atau cara masing-masing sesuai dengan setting dalam cerita, misalnya pengorbanan cinta terletak dalam setting remaja atau rumah tangga yang dipenuhi dengan percintaan, pengorbanan para pahlawan bersetting dalam peperangan, pengorbanan hak dalam setting emansipasi. Dilihat dari contoh-contoh diatas terlihat bahwa aspek pengorbanan sangat diminati oleh para pengarang Jawa untuk melahirkan karya-karyanya. Terkait hal tersebut maka
diambil tiga judul novel berbahasa Jawa karya Any Asmara yang bertema sama yaitu pengorbanan memperjuangkan kemerdekaan.
Ketiga novel yang dijadikan bahan penelitian ini masing-masing berjudul: Macan Tutul, Rante Mas, dan Tilas Buwangan Nusa Kambangan (selanjutnya disingkat TBNK). Ketiga novel ini menggambarkan tentang pengorbanan seorang pahlawan demi mewujudkan kemerdekaan bagi bangsanya.
Novel Macan Tutul menggambarkan kesungguhan seorang pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda serta kesungguhannya dalam mempelajari sebuah ilmu “malihraga” menjadi seekor harimau. Dimana ilmu tersebut digunakan untuk membunuh para serdadu Belanda dan untuk mengungkap pengkhianatan di dalam gerombolan macan tutulnya.
Tokoh utama dari novel ini adalah Sardulo yang dengan gigih memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Sardulo mempunyai sifat dan sikap sebagai seorang pejuang sejati sampai dia rela mengorbankan dirinya berubah menjadi seekor harimau dengan tujuan untuk mempermudah jalannya melawan penjajah Belanda sampai akhirnya Sardulo mati tertembak oleh Belanda.
Novel Rante Mas juga menceritakan tentang sikap kepahlawanan dari seorang pemuda dalam melawan penjajahan Belanda. Ahmad, tokoh utama dalam novel Rante Mas mempunyai keberanian yang lebih diantara pejuang lainnya serta pemikirannya yang cerdas membuatnya sebagai komandan markas gerilya TP. Ahmad termasuk orang yang setia kawan namun apabila dalam markasnya terdapat pengkhianat walaupun itu adalah kekasihnya sendiri dia akan
menghakimi pengkhianat tersebut.
Tema yang sama terdapat dalam novel TBNK yaitu tentang perjuangan seorang pemuda dalam mempertahankan kemerdekaan. Sedikit berbeda dengan kedua novel sebelumnya yang melawan penjajahan Belanda, dalam novel TBNK mempertahankan kemerdekaan dari para pemberontak yang ingin menggulingkan negara Indonesia yang baru seperempat abad merasakan kemerdekaan. Basuki seorang yang dengan berani dan tidak mengenal kata menyerah, di masa sekolah dia ikut terlibat perang melawan penjajah Belanda saat dia menjadi anggota TP.
Pada saat Basuki menjadi anggota TNI dengan sifat kepahlawanannya serta kewajibannya sebagai anggota TNI menjaga negara dari siapapun yang ingin menghancurkannya, hingga saat penglihatannya hilang karena penyiksaan dari para pemberontak. Meskipun Basuki tidak dapat melihat lagi dan dipensiunkan dari keanggotaannya, Basuki tidak mau hanya berpangku tangan. Basuki mencari keahlian lain dalam kebutaannya. Aspek pengorbanan dalam ketiga novel tersebut dibangun dengan ketajaman “insting” Any Asmara melihat permasalahan sosial
yang tengah terjadi dalam masyarakat.
Pengarang sebagai bagian dari masyarakat, dapat secara langsung merasakan permasalahan sosial sosial yang tengah terjadi dalam masyarakat dan dengan keahlian menulisnya, pengarang dapat menerjemahkan konflik sosial itu menurut apa yang pengarang lihat, dengar, dan rasakan. Kemudian lewat perenungan atau kontemplasi, pengarang membuat karya sastra sebagai hiburan
bagi masyarakat sekaligus membuat pertanyaan dan jawaban atas munculnya konflik tersebut (Wahyu, 1999:17). Jadi, apa yang ditulis pengarang merupakan respon sosial dalam lingkungan hidup pengarang.
Pengarang Any Asmara merupakan pengarang yang terkenal dan sudah lama menekuni dunia kepenulisan sehingga sudah banyak karya yang dihasilkan, baik berupa cerkak, cerita bersambung maupun novel. Novel karyanya yang telah dihasilkan berjumlah kurang lebih 90 buah dengan rincian masa orde lama sebanyak 70 buah dan masa orde baru sebanyak 20 buah.
Any Asmara, pengarang ini giat sekali menulis cerita sejak jaman majalah kejawen (sebelum PD II) dan mencapai puncak ketenarannya di sekitar tahun 1965. Any Asmara menggunakan bahasa Jawa yang sederhana, yang mudah dipahami oleh masyarakat luas. Karyanya tersebar dimana-mana; sampai di desa terpencil orang mengenal namanya (Suparto Brata, 1981:57).
Any Asmara justru melejit dengan karya-karyanya tentang remaja dan cinta asmara ketika sastra Jawa kekurangan pengarang novel pada tahun 50-60an, tetapi dengan melejitnya karya-karyanya pada tahun tersebut memberinyapredikat “raja roman picisan” yang tidak bisa dielakkan Any Asmara (Linus, 1995:55). Meskipun disebut “picisan” namun novel Any Asmara ceritanya dikenal orang, tokoh-tokohnya jadi idaman dan pujaan remaja, nasihat-nasihatnya ditiru para orang tua untuk anak mereka, dan gaya tulisannya dianut juga oleh calon-calon pengarang (Suparto Brata, 1981:57). Sosok Any Asmara sangat ditokohkan oleh sesama pengarang sastra Jawa modern (Linus, 1995:55).
Berdasar uraian di atas, maka ketiga novel karya Any Asmara yang diambil sebagai bahan kajian penelitian ini menarik untuk dianalisis. Alasan lain pengambilan bahan kajian penelitian ini adalah ketiga novel yang dipilih belum pernah diteliti. Penelitian sebelumnya yang juga mengambil ketiga novel karya Any Asmara yang berjudul Anteping Wanita, Ida Ayu Maruti Prawan Bali, dan Singolodra yang lebih mengedepankan masalah citra wanita meskipun didalamnya juga terdapat aspek pengorbanan sehingga penelitian ini melengkapi dan memperkaya khasanah penelitian novel karya Any Asmara yang sudah ada.
Penelitian ini dikaji melalui pendekatan struktur naratif dan semiotik, dengan struktur naratif dapat dideskripsikan tentang unsur-unsur pembangun struktur naratif yaitu story (cerita) dan discourse (penceritaan) (Chatman, 1980:20) serta keterkaitan fungsi antar kedua unsur tersebut dalam membangun struktur naratif cerita ketiga novel, serta mendeskripsikan bentuk pengorbanan tokoh-tokoh utama dalam ketiga novel tersebut melalui pendekatan semiotik.
Bertolak dari penjelasan di atas maka penelitian ini diberi judul “Aspek Pengorbanan dalam Tiga Novel Berbahasa Jawa Karya Any Asmara (Sebuah Pendekatan Struktural Naratif dan Semiotik)”.
B.Pembatasan Masalah
Sastra Jawa Modern banyak mereferensi kehidupan sehari-hari beserta segala permasalahan sosial sebagai tema dasar. Sebagai suatu gejala kemasyarakatan yang merefleksi kehidupan, sastra menyediakan suatu wadah bagi pengarang untuk menyalurkan konsep refleksi atas segala permasalahan, anganangan dan cita-cita. Jadi jelaslah disini betapa banyak gambaran dan gejolak
kehidupan terekam dalam karya-karya sastra.
Demikian pula pengangkatan aspek pengorbanan sebagai tema dalam kesusastraan Jawa. Berbagai konsep, angan-angan, persoalan tentang aspek pengorbanan yang diangkat menjadi tema utama dalam karya sastra modern kesusatraan Jawa menjadi penting pula untuk diteliti.
Berkenaan dengan tema tersebut dan untuk memperoleh hasil penelitian yang tidak membias, tertuju pada konteks yang menjadi tujuan dasar maka penelitian ini membatasi pada aspek pengorbanan yang terilustrasi dalam ketiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara yang berjudul Macan Tutul, Rante Mas, dan TBNK.
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada aspek pengorbanan khususnya pengorbanan seorang pahlawan dalam melawan penjajah serta para pemberontak yang ingin merebut Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penelitian ini juga akan menjelaskan masalah struktur naratif yang membangun ketiga novel yang menjadi bahan penelitian ini serta keterkaitan antarunsur. Selain itu akan diungkap bagaimana sistem tanda yang dipakai oleh Any Asmara untuk mengungkapkan aspek pengorbanan dalam ketiga karyanya yang dipakai sebagai bahan penelitian ini.
C.Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah struktur naratif yang membangun ketiga novel bahasa Jawa karya Any Asmara tersebut?
Masalah ini akan membahas secara komprehensif tentang unsur naratif yaitu story (cerita) dan discourse (penceritaan) dan keterkaitan antar fungsi kedua unsur naratif tersebut dalam membangun ketiga novel.
2. Bagaimanakah bentuk pengorbanan tokoh-tokoh utama yang rela berkorban dalam ketiga novel tersebut?
3. Bagaimanakah sistem tanda yang dibangun oleh Any Asmara untuk mengungkap aspek pengorbanan dalam ketiga karyanya?
D.Tujuan Penelitian
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai (Siti Chamamah, 2001: 25).
Pada dasarnya tujuan masalah adalah mencari jawaban atas permasalahan yang diajukan. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan struktur naratif yang membangun ketiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara.
2. Mendeskripsikan bentuk pengorbanan tokoh-tokoh utama dalam ketiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara.
3. Mendeskripsikan sistem tanda yang dibangun oleh Any Asmara untuk mengungkap aspek pengorbanan dalam ketiga karyanya.
E.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Secara Teoretis
Penelitian ini menggunakan kajian teori struktur naratif, teori semiotik, dan teori-teori pendukung lainnya. Maka, secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil mengenai unsur naratif dan semiotik sehingga dapat menambah khasanah penelitian sastra pada umumnya.
2. Secara Praktis
Secara praktis hasil-hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai data dasar bagi peneliti lainnya yang sejenis dalam usahanya untuk memperkaya studi sastra, khususnya mengenai pendekatan struktur naratif dan semiotik. Selain itu, penelitian ini menghasilkan gambaran-gambaran tentang pengorbanan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan, sehingga sangat bermanfaat bagi usaha apresiasi di bidang sastra.
F.Sistematika Penulisan
Agar penelitian ini menurut pola penelitian ilmiah, maka penulisan ini perlu dibuat sistematis dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I berisi tentang pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakangmasalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II berisi tentang kajian teori yang didalamnya membicarakan tentang pengertian novel, teori struktur naratif, teori semiotik, dan pengertian pengorbanan.
BAB III berisi tentang metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, sumber data dan data, tehnik pengumpulan data, populasi dan sample, dan tehnik analisis data.
BAB IV berisi pembahasan yang menguraikan mengenai struktur naratif yang membangun ketiga novel tersebut, peran para tokoh utama dalam ketiga novel tersebut, dan sistem tanda yang terdapat dalam ketiga novel tersebut.
BAB V berisi kesimpulan yang merupakan jawaban atas hasil analisis antara lain berupa kesimpulan, saran, dan daftar pustaka.
BAB II
KAJIAN TEORI
Adanya landasan teori dalam suatu penelitian akan lebih membantu peneliti dalam menganalisis permasalahan yang ada di dalam penelitian tersebut. Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegang pada suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah atau tujuan dari penelitian tersebut akan lebih jelas dan mudah untuk dikaji kembali.
A.Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa Itali novella (dalam bahasa Jerman novelle) inilah sebutan yang masuk ke Indonesia. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Burhan Nurgiantoro, 1995:9). Dalam perkembangannya novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Istilah novella dan
novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia “novelet”, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Burhan Nurgiantoro, 1995:9).
Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Dewasa ini penyebutan untuk karya fiksi lebih ditujukan terhadap karya yang berbentuk naratif karena karya naratif isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah (Abrams dalam Burhan Nurgiantoro, 1995: 2). Dengan demikian karya fiksi dapat berarti suatu karya yang menceritakan sesuatu bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga ia
tak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Burhan Nurgiantoro,1995: 2).
Sebuah novel dikuasai oleh sistem dalam dirinya sendiri, yang sekaligus merupakan strukturnya, sehingga ia akan merupakan suatu kesatuan. Setiap unsure di dalamnya terikat secara struktur kepada unsur-unsur lain untuk membentuk suatu jaringan struktur (Umar Junus, 1985: 8). Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajiner (Burhan Nurgiantoro, 1995: 4). Membaca sebuah novel, untuk sebagian (besar) orang hanya ingin menikmati cerita yang disuguhkan. Mereka hanya akan mendapat kesan secara umum dan samar tentang plot dan bagian cerita tertentu yang menarik (Burhan Nurgiantoro,1995:11).
B.Teori Struktur Naratif
Teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya (Sangidu, 2004: 16). Analisis structural bertujuan membongkar dan memaparkan dengan cermat keterikatan semua anasir karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
Suatu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di
dalam dirinya sendiri sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan (Siti Chamamah, 2001: 54-55).
Pendekatan struktural berusaha untuk objektif dan analisis bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sebuah sistem, dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di dalamnya (Atar Semi, 1993: 68). Metode analisis struktural karya sastra bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterikatan dan keterjalinan semua unsur karya sastra yang secara bersamasama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw dalam Sangidu, 2004: 17).
Analisis struktural tak cukup hanya dilakukan sekedar mendata unsure tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsure pembangun itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Burhan Nurgiantoro, 1995: 37).
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Setelah itu dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur dalam menunjang makna keseluruhannya dan bagaimana hubungan antarunsur tersebut secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu.
Teori naratif merupakan salah satu bentuk pendekatan objektif karena teori ini mendasarkan kerjanya pada bentuk naratif itu sendiri. Pendekatan objektif mempunyai prinsip untuk mengisolasikan karya seni dari semua referensi di luarnya. Pendekatan ini beranggapan bahwa karya seni sudah mencukupi dirinya sendiri yang terisi oleh bagian-bagiannya dengan hubungan internal (Abrams dalam Bani, 2002: 23).
Teori naratif merupakan salah satu bentuk teori struktural. Sebagai suatu struktur, naratif mempunyai unsur-unsur pembangun yang terdiri atas unsur-unsur tertentu. Secara garis besar unsur-unsur pembangun naratif adalah story dan discourse (Chatman,1980: 20). Naratif mempunyai tiga tingkat hirarkis, yaitu tingkat fungsi, aksi, dan penyajian cerita. Unit-unit dalam tingkat fungsi terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas distribusional (peristiwa) dan kelas integrasional (tokoh) (Barthes, 1977:92). Unit-unit fungsi tersebut kemudian terintregasi menjadi cerita pada tingkat aksi. Aksi tersebut tersusun dalam percampuran antara hubungan perurutan dan hubungan sebab akibat secara temporal dan logis.
Hubungan perurutan membentuk urutan kronologis sementara hubungan sebab akibat membentuk urutan logis (Zaimar, 1991:35). Urutan tersebut didapat dari suatu analisis. Karena itu, untuk kepentingan analisis, naratif dibagi dalam segmen-segmen yang didasarkan pada unit-unit fungsi. Naratif mempunyai fungsi komunikasi yang dicapai pada tingkat penyajian cerita. Pada tingkat penyajian cerita, unit-unit naratif mencapai integritas. Tingkat penyajian cerita adalah tingkat terakhir yang diperoleh dalam analisis naratif (Bani, 2002:25). Karena analisis naratif hanya terhenti sampai tingkat penyajian cerita, maka analisis dikembangkan dengan pendekatan semotik.
C.Pendekatan Semiotik
Semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Zoest dalam Bani, 2002: 26). Karena salah satu tujuan kajian ini ialah mengungkap peran tokoh utama dalam tiga novel karya Any Asmara, maka dasar teori semiotik
dipilih sebagai model pendekatannya.
Sebagai tanda, karya sastra merupakan dunia dalam kata yang dapat dipandang sebagai sarana komunikasi antara pembaca dan pengarangnya. Karya sastra bukan merupakan sarana komunikasi biasa. Oleh karena itulah, karya sastra dapat dipandang sebagai gejala semiotik (Teeuw, 1984: 43). Kajian tentang tanda dan makna sebenarnya bukan hal baru, tetapi biasanya dalam hubungannya dengan pembicaraan mengenai bahasa atau psikologi. Belum ada usaha untuk membawa kajian tentang tanda dan jenis-jenisnya, baik yang bersifat kebahasaan maupun tidak, sebagai pusat kajian. Menurut Culler (Bani, 2002: 26) baru pada awal abad ke-19, tanda secara menyeluruh dijadikan objek kajian oleh dua orang di tempat yang berbeda. Mereka adalah Charles Sander Peirce, seorang filsuf Amerika dan Ferdinand de Saussure, seorang linguis Swiss.
Teori Saussure memandang bahwa bahasa merupakan sebuah system tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa bersifat mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 39). Sebagai peletak dasar teori semiotik, Saussure mempergunakan istilah semiologi dan Pierce mempergunakan istilah ‘semiotic’. Sama seperti teori Saussure, teori Pierce juga mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain
(Burhan Nurgiyantoro, 1995: 41). Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan, dll (Burhan Nurgiantoro, 1995: 40).
Karya sastra memang merupakan suatu sistem tanda yang khas. Tanda atau kode dalam sastra dapat disebut estetis yang secara potensial diberikan diberikan dalam suatu komunikasi. Kode yang bersifat tanda itu mempunyai banyak interpretasi. Setiap pembaca sastra mesti menyadari jika berhadapan dengan sebuah teks berati teks itu memiliki sifat yang berbeda dengan teks lain
(Yunus, 1985:76). Dalam melihat karya sastra memiliki sistem sendiri, semiotic tidak terbatas pada sosok karya tersebut tetapi juga menghubungkannya dengan sistem yang berada diluarnya. Sistem yang berada diluar karya sastra adalah semua dimensi, data, fenomena yang mereaksi bagi kelahiran karya sastra tersebut (Pradopo, 1995b). Berarti, semiotik tidak dapat melihat karya sastra hanya sebagai objek materi seni tetapi juga melihatnya dalam perspektif yang lebih luas, yaitu kehidupan manusia, tata nilai, lembaga kemasyarakatan, dan adat istiadat. Di pihak lain tanda-tanda atau kode-kode sekecil apapun yang terdapat dalam karya sastra penting diperhatikan karena ikut membentuk sistem dan keseluruhan karya tersebut.
Karya sastra mempunyai dua lapis makna, maka perebutan makna karya sastra harus melalui dua tahap. Dua tahap perebutan makna tersebut adalah:
a) pemahaman heuristic. Pemahaman ini merupakan pemahaman tingkat pertama untuk mendapatkan arti kebahasaan;
b) pemahaman retroaktif/ hermeneutic. Pemahaman ini berlangsung selama proses pemahaman teks. Pembaca telah mengingat hal yang telah dibacanya dan selama proses baca tersebut terjadi modifikasi pemahaman berdasarkan kode-kode yang telah dikuasainya. Proses ini merupakan proses maju mundur dan mengalami peninjauan kembali, revisi, pembandingan sampai akhirnya
ditemukan makna (arti sastra) (Riffaterre,1978: 5-6, Pradopo, 2000: 269-270).
Penelitian ini akan mengarahkan diri pada sistem produksi tanda yang dipilih oleh kreator untuk menggambarkan pikiran-pikiran dalam hal ini mengenai aspek pengorbanan. Cara menangkap satuan tanda yang menggambarkan dunia kreator akan dilakukan melalui dua proses pembacaan.
Pertama, adalah pembacaan heuristik yang mengandalkan hasil pembacaan linear, digunakan
untuk menangkap struktur kebahasaan dan struktur kalimat puisi disesuaikan dengan kalimat baku, sedang pada novel adalah pembacaan struktur tata bahasa cerita, yaitu pembacaan awal sampai akhir guna menangkap parafrase. Pembacaan ini juga bersifat memberi penerangan segmen-segmen isi karya sastra secara kronologis. Selanjutnya, dilakukan pembacaan tahap kedua yakni menempatkan bahasa sebagai sistem tanda pada tataran semiotik dan memusatkan perhatian pembaca pada aspek pengorbanan. Cara ini ditempuh untuk menangkap satuan
bermakna yang berupa tanda-tanda verbal dan non verbal yang tersebar dalam jalinan isi karya sastra (Zoest, 1990). Pada tataran pembacaan ini seluruh persepsi tentang aspek pengorbanan seorang pahlawan berperan sebagai penentu satuan tanda-tanda bermakna. Sistem pembacaan ini dikenal dengan istilah pembacaan retroaktif , atau pembacaan hermeneutik, oleh Rifaterre pembacaan ini disebut ketaklangsungan ekspresi yang merupakan konvensi sastra pada umumnya. Karya sastra itu merupakan ekspresi yang tidak langsung, yang menyatakan pikiran
pikiran atau gagasan secara tidak langsung, dengan cara lain. Gagasan dan pikiran para pengarang terbentuk dari proses dialektika sosial budaya masyarakat yang melatarbelakanginya dan pada gilirannya terekspresi pada karya sastra yang dihasilkannya dengan bentuk sistem tanda/kode (Pradopo, 1995:45; Teeuw, 1986).
D.Pengertian Pengorbanan
Seseorang dalam berkorban tidak pernah memikirkan untuk mendapat balasan berupa jasa, kedudukan, pangkat, serta harta benda (Pius et al, 1996: 1). Pengorbanan merupakan proses, cara, dan perbuatan mengorbankan (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia S, 2003: 487). Pengorbanan yang asli dan murni biasanya terdapat dalam sebuah peperangan. Sikap demikian terjelas pada waktu suatu bangsa merasa terancam oleh bangsa lain, sehingga kesediaan berkorban menjadi
nilai umum (Astrid, 1983: 112).
Mengenai kesediaan pengorbanan yang asli dan perbedaannya dengan yang tidak asli, sebagai contoh terbesar untuk yang tidak asli dapat disebut “pengorbanan untuk ideologi” yang di negara-negara totaliter dipaksakan untuk anggota-anggotanya dan anggota masyarakatnya adalah lesu (Astrid, 1983: 112-113). Sikap rela berkorban untuk menjadi korban, menyatakan kebaktian serta kesetiaan merupakan arti dari berkorban (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia S, 2003: 487).
Aspek pengorbanan dalam penelitian ini dilihat dari pengorbanan tokoh utama yang semuanya adalah sosok lelaki. Kesetiaan dan pengorbanan sosok lelaki itu sangat berarti untuk meredam konflik sosial, serta berpotensi untuk menciptakan suatu komunitas yang harmonis dan selaras (Esmiet dalam Wahyu Nugroho, 1999: 83). Sosok lelaki memiliki tugas dan tanggung jawab besar dan berat didalam hidupnya. Oleh tugas dan tanggung jawab tersebut, kesetiaan dan pengorbanan sangat berperan dalam menentukan tindakannya serta sikap-sikap hidupnya (Wahyu Nugroho, 1999: 93).
Pengorbanan dalam penelitian ini mempunyai pengertian sosok lelaki sebagai tokoh utama dalam ketiga novel tersebut dengan rasa tanggung jawab memiliki cara rela berkorban dan tidak pernah terlintas sedikitpun dalam benaknya untuk mendapat balasan dan apa yang telah mereka berikan baik tenaga, pikiran, harta dan bahkan nyawa semuanya diserahkan demi untuk menegakkan kemerdekaan bangsanya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian semacam ini sifatnya alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertullis atau lisan dari orang-orang, perilaku, atau data-data lainnya yang dapat diamati oleh peneliti (Sangidu, 2004: 7).
Penelitian kualitatif yang diutamakan bukan kuantifikasi berdasarkan angka-angka, tetapi yang diutamakan adalah kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris (Atar Semi, 1993: 9).
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh novel berbahasa Jawa karya Any Asmara. Sampelnya adalah tiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara yang berjudul novel Matjan Tutul, Rante Mas, dan TBNK. Ketiga novel tersebut dipandang memiliki tema yang berhubungan erat dengan aspek pengorbanan. Aspek pengorbanan dalam ketiga novel tersebut berkisar tentang pengorbanan para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
C. Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah tiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara dengan judul sebagai berikut.
1. Macan Tutul diterbitkan CV. Habijasa Yogyakarta terdiri dari 39 halaman dan terbagi menjadi enam bab.
2. Rante Mas diterbitkan PT. Jaker Yogyakarta terdiri dari 72 halaman dan terbagi menjadi lima bab.
3. Novel TBNK diterbitkan Toko Buku KS Sala terdiri dari 69 halaman dan terbagi menjadi lima bab.
Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer berupa teks cerita yaitu struktur cerita yang dibangun oleh unsur-unsur story (cerita) dan discourse (penceritaan) serta beberapa aspek pengorbanan yang nantinya dapat menggambarkan bentuk pengorbanan para pahlawan dalam perjuangan mempertahankan Indonesia dalam ketiga novel karya Any Asmara.
Data sekunder atau data pendukungnya berupa penelitian-penelitian sejenis, jurnal dan buku teks yang terkait dengan penelitian ini.
D.Tehnik Pengumpulan Data
1.Teknik Library Research
Pengumpulan data yang cermat memungkinkan tercapainya pemecahan masalah secara cermat pula. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode library research atau studi pustaka. Library research bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah, catatan sejarah, dokumen, dll (Kartini Kartono, 1990: 33). Adapun cara
kerjanya adalah dengan membaca dan memahami ketiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara secara berulang-ulang.
2.Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancara (interviewee) (Lexy J. Moleong, 2002:135). Wawancara ini menggunakan teknik wawancara terstruktur dimana pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Lexy J. Moleong, 2002:138). Wawancara ini dilakukan demi memperkuat data yang bersifat aktual dan kekinian. Informan dalam wawancara ini adalah dua orang Legiun Veteran.
D.Tehnik Analisis Data
Tahap Pengumpulan Data
Tahapan ini dimulai dengan membaca ketiga novel karya Any Asmara yang berjudul Matjan Tutul, Rante Mas, dan TBNK secara teliti. Pengumpula data primer dan data pendukung dilakukan setelah membaca dengan mencatat semua data yang ada, sedangkan pengumpulan data pendukung yang bersifat aktual dan kekinian dilakukan dengan mewancarai dua orang informan.
Tahap Klasifikasi
Tahapan ini dimulai dengan membaca dan mengelompokkan data berdasarkan klasifikasi data yang meliputi data struktur naratif yang membangun ketiga novel tersebut, antara lain unsur cerita (story) dan penceritaan (discourse) serta data tentang sistem tanda yang dibangun oleh pengarang dalam ketiga novel tersebut.
Tahap Deskripsi Data
Data yang telah dikelompokkan berdasar klasifikasinya selanjutnya disajikan (data display) berdasarkan karakteristik data, setelah data-data yang ada disajikan kemudian dibuat deskripsi masing-masing data untuk mempermudah tahap interpretasi.
Tahap Interpretasi
Tahapan ini merupakan tahap penafsiran terhadap hasil deskripsi yang telah dilakukan dengan pertimbangan fakta-fakta sastra atau di dalam ketiga novel tersebut sehingga terjadi pemahaman secara bulat dan utuh.
Tahap Evaluasi
Tahap ini dilakukan pengecekan atau evalusi terhadap hasil analisis dan penafsiran menyeluruh sehingga tercapai hasil yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib. 2004. Risalah Cinta, Meletakkan Puja pada Puji. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Andre Hardjana. 1985. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Any Asmara. 1964. Matjan Tutul. Yogyakarta: CV. HABIJASA.
_______ . 1965. Rante Mas. Yogyakarta: PT. JAKER.
_______ . 1975. Tilas Buwangan Nusa Kambangan. Sala: Penerbit Toko Buku “KS”.
Astrid S Susanto.1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Anggota IKAPI: Binacipta.
Atar Semi. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa.
Bani Sudardi. 2002. Peran Semar dalam Teks Melayu Suntingan serta Kajian
Peran dan Makna Semar dalam Hikayat Agung Sakti. Yogyakarta: UGM.
Barthes, Roland. 1977. Image Music Text. Terjemahan Stephen Heat. New York: Hill and Wang.
Burhan Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Callavaro, Dani. 2004. Teori Kritis dan Teori Budaya. Yogyakarta: NIAGARA.
Chatman, Seymour. 1986. Story and Discourse: Narrative Structure in Fiction and Film. Ithaca: Cornell University Press.
Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Penerbit Diva Publisher.
Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1989. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.
Grahandono. 1996. Citra dan Eksistensi Wanita dalam Serat Panitisastra dan Novel Anteping Tekad (Suatu Tinjauan Semiotika Sastra). Skripsi: FSSR.
Harimurti Kridalaksana. 1978. Keutuhan Wacana dalam Bahasa dan Sastra.
Tahun IV Nomor I. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ida Sundari Husen dan Rahayu Hidayat. 2001. Meretas Ranah Bahasa, Semiotika dan Budaya. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Jabrohim et al. 2001. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jakob Sumardjo dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Balai Bahasa.
Kartini Kartono. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Penerbit Yayasan INDONESIATERA.
Linus Suryadi AG. 1995. Dari Pujangga ke Penulis Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Longacre, Robert E. 1983. The Grammar of Discourse. New York: Plenum Press.
Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, Willem G Weisteijn. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. (Terjemahan Dick Hartoko).
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Jaya.
Niels, Mulder. 1981. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, Kelangsungan dan Perubahan Kulturil. Jakarta: PT. Gramedia.
Panuti Sudjiman. 1992. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Pius Suryo Haryono et al. 1996. Pahlawan Nasional Kaisiepo. Jakarta: CV. DEFIT PRIMA KARYA.
Puji Santosa. 1991. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.
Rachmat Djoko Pradopo. 2001. Kajian Semiotika. Yogyakarta: Studi Sastra
Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
_______ . 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
_______ . 1995. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press.
Restu Sukesti et al. 1998. Diatesis Aktif-Pasif dalam Wacana Naratif Bahasa Jawa (Novel Tunggak-Tunggak Jati). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington & London: Indiana University Press.
Rr. Sutji Astuti Estiningsih. 1996. Nasionalisme Peran Tokoh Utama dalam Novel Sala Lelimengan dan Patriot-patriot Kasmaran (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: FSSR.
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Tehnik, dan Kiat. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Segers, Rien T. 2000. Evaluasi Teks Sastra (Edisi Terjemahan oleh Suminto A. Sayuti). Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Siti Chamamah Soeratno. 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Wijaya.
Sri Mulyono. 1983. Wayang dan Karakter Wanita. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogayakarta: Pustaka Pelajar.
Suparto Brata. 1981. Jatuh Bangun Bersama Sastra Jawa. Bacaan Populer untuk
Perguruan Tinggi. Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/ Majalah Pengetahuan Umum dan Profesi.
Sumarlam. 2003. Teori dan Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
Tashadi et al. 1999. Partisipasi Seniman dalam Perjuangan Kemerdekaan di Propinsi Jawa Timur. Jakarta: CV. ILHAM BANGUN KARYA.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya-Giri Mukti Pasaka.
_______ . 1986. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
Tim Peneliti Balai Bahasa Yogyakarta. 2001. Ikhtisar Perkembangan Sastra Jawa Modern Periode Kemerdekaan. Yogyakarta: Kalika Press.
Wahyu Nugroho. 1999. Aspek Kesetiaan dan Aspek Pengorbanan Sosok Lelaki dalam Tujuh Cerkak Karya Esmiet. Skripsi: FSSR.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1956. Theory of Literature. New York:
Harcourt, Brace & World, Inc. (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
oleh Melani Budiyanto. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia).
Zaimar, Okke KS.1991. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang. Jakarta: Intermasa.
_______ . 1991. Semiotik dan Penerapannya dalam Studi Sastra. Yogyakarta:
Bahan Penataran Sastra, Balai Penelitian Bahasa.
Zoest, Aart Van. 1980. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Intermasa.
_______ . 1992. “Interpretasi dan Semiotika”. dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: PT. Gramedia.